Kamis, 31 Juli 2008

No Tittle

Bagaimana aku bisa melupakannya jika setiap kali aku menutup mata, ia hadir di situ?
Ya Allah, aku tahu semua ini pasti semua punya maksud
Aku juga tahu, semuanya akan berakhir seperti ini
Sesakit ini
Aku juga tahu ini resiko atas pilihan hidup yang aku ambil
Entah apa…
Entah skenario apa yang Engkau siapkan buatku setelah ini
Ya Rabb, Mengapa semua harus pergi?
Aku tahu apa yang kualami tidak separah mereka yang harus melawan bencana demi bencana
Tapi ya Allah, hamba betul-betul sudah tidak kuat lagi
Hamba belum sanggup melepasnya pergi
Mengapa aku begitu egois?
Aku bahkan menutup mata jika ini memang yang terbaik untuk semua...

Sounds weepy and crappy guys?

This is How I Disappear...

Ada satu titik masa dalam hidup ketika kau berhadapan dengan takdir
Titik ketidakberdayaan
Ketika kau tidak mencegah segala sesuatunya
Semua terjadi begitu saja
Titik dimana kamu merasa kalah
Kamu ingin lari dari kenyataan itu
Berharap ada yang bisa kamu lakukan untuk mengubah keadaan
Rasa tidak nyaman terus menderamu kemanapun kamu pergi
Ketika semua berjalan tak seperti apa yang kita harapkan
Ketika keinginan berbanding terbalik dengan kenyataan
Kamu akan bagaimana?
Sementara perih terus menggerus hati
Mengoyak semua mimpi yang kau bangun?
Aku seperti ingin menghilang saja…

Belajar bikin lagu...


Ini lirik lagu yang aku buat waktu patah hati dulu
Adakah produser yang ingin mengajakku rekaman


Dear I knew it’s too little faster
But I’ve been waiting to long
Boy I confess I love you
Then you said we can’t make it
You’ve already chosen somebody
And it wasn’t me
It wasn’t me

You told me that I deserve someone better
I told my heart not to give a damn
But what we had is hard not to be noticed
Everything you did
Everything you said
Haunting me wherever I go

Dear, I wont push you to stay
But please I just wanna hear you saying
Girl, I love you too
Coz it would make me feel better
Then I’d let you go find your happiness
Whatever it takes
Whatever it takes

I know this gonna end
But I’m glad to know you
No regret at all
Coz you’ve shown me what love meant to be
Meant to be
sounds weird?

Cinta? Arghhhhh...


Cinta
Ketika ribuan kupu-kupu beterbangan diperutmu
Debaran aneh
Lonjakan hormon di tubuhmu
Tapi ketika cinta itu pergi, kau tak perlu mati bersamanya
Cinta hanya bumbu yang membuat hidup ini lebih indah
Lebih berarti
Celakalah manusia yang menghabiskan waktu mencari cinta
Namun setelah ia menemukannya
Ia sia-siakan cinta dengan makna sempit
Sepotong definisi
Padahal cinta lebih dari itu
Tak ada satu katapun yang bisa melukiskannya
Aku telah banyak menemukan cinta dalam hidupku
Berkali-kali bersorak
Ketika jatuh cinta
Berkali-kali pula meraung menggenaskan ketika cinta itu pergi
Aku lalu bertanya apa cinta?
Manusia diciptakan
Lalu diberi cinta
Manusia hidup
Lalu mati
Namun mereka tiada pernah berhenti mencari sepotomng definisi yan tak pernah akan mereka temukan
Karena
Cinta hanya misteri
Ketika cinta menyapa
Tak peduli kepada orang yang salah
Pada sahabat yang telah bertahun-tahun besama
Atau pada sesorang yang asing sekalipun
Logika lalu dikebelakangkan

Apakah ini sebabnya orang-orang bilang cinta itu buta
Ake telah banyak melihat cinta
Banyak disodori definisi cinta
Lalu ketika cinta yang diinginkan tidak tercapai angan
Barulah berjalan mengahampiri tuhan
Berkata bahwa peringatan itu benar
Cinta hanya membawa masalah bila tak mampu mengotrolnya dengan hati bersih dan pikiran jernih
Namuan mampukah kita berfikir jernih ketika hormon meletup letup dalam tubuh kita?
Ketika dunia menjadi semakin indah dengan pelukan hangat seorang kekasih
Ketika kita terbuai oleh sapaan mesra?
Masih mampukah logika berseru ketika seseorang datang menawarkan madu
Sementara debar-debar di hati menyuruhnya bungkam
Nikmati saja

Seseorang pernah mengatakan bahwa cinta adalah air kehidupan
Yang membuat dunia ini ada dan berputar
Tapi aku selalu membenturkan makna itu dengan sebentuk perasaan
Selalu menyempitkan maknanya dengan isakan tangis
Aku berkata aku bisa melewati ini
Toh yang lalupun begitu
Menghibur dir sendiri bahwa ini hanya akan berlangsung sesaaat
Time will heal yeah
Cinta
Aku hanya bisa terpekur...

Sendiri

Ketika sebuah kepercayaan harus dihadapkan dengan sebentuk pengkhianatan
Yang manakah akan menang?
Ketika kau merasa begitu percayanya pada seseorang
Hingga semua dunia ingin kau bagi dengannya
Tapi ketika ia menjadi tidak seperti yang kita inginkan
Mengkhianati tanpa rasa bersalah...
Kau harus bagaimana?
Aku memilih pergi
Sendiri..
Mungkin memang itulah cara hidup yang paling aman
Aman dari rasa sakit
Aman dari pengkhianatan
Tanpa harus merasa terbebani
Kadang aku berfikir
Kenapa kita harus hidup bersama dengan seseorang yang lain?
Toh kita masih bisa hidup sendiri
Menghadapi semuanya sendiri
Toh Tom Hanks di Cast Away masih bisa bertahan hidup
Ah, itukan cuma di film?
Sombong?
Egois?
Atau kamu mau menyebutku sosok yang sok
Mustahil memang kedengarannya
Tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri
Tanpa orang lain,
Jangan berprasangka dulu
aku hanya mencoba melindungi diri. Apakah salah?
Bila hidup bersama dengan seseorang hanya menimbulkan rasa sakit dan kecewa
Mestikah kita berbagi dengannya
Mungkinkah aku seorang pengecut?
Tak berani menghadapi semuanya dengan kepala tegak
Tapi
Bila sebuah kepercayaan tak lagi berarti
Masihkan rasa menghargai bisa hadir?
Apa sejatinya kesendirian?
Apa sejatinya pentingnya berbagi?
Tatkala semua hanya jadi boomerang
Kala semua berbalik berkonspirasi menjatuhkan kita?
Simpan saja semuanya sendiri
Duka itu kau bagi atau tidak
Tak akan ada bedanya
Maaf saja, kau boleh berkata lain
Silahkan
Tapi itulah yang aku rasa
Aku hanya ingin sendiri
Hanya aku
Aku
Dan aku
Terkadang kita perlu egois kok
Melakukan semua hanya untuk kita
Tak usah memikirkan orang lain
Ini bukan pembenaran
Sekali lagi hanya tindakan preventif
Dari rasa sakit yang terkadang datang tanpa permisi.

Kota Pasir 9 Agustus 2007

Masihkan ada jalan untuk ku kembali?

Rabb, entah telah berapa banyak waktui ku terbuang terbuai dalam dunia
Masihkan ada jalan untuk ku kembali?
Aku lelah bermain
Aku lelah berlari
Aku hanya ingin kembali padamu
Manusia memang bodoh
Terlalu asik menghabiskan waktu yang hanya sekejap
Untuk hal yang mereka tahu hanya kenikmataan sesaat.
Tapi mata hati yang buta
Akal yang terbekap oleh pikiran picik
Lalu ketika kegagalan tlah menyapa mereka
Tatkala kekalahan talah merajai mereka
Dan saat semua yang mereka miliki telah hilang
Barulah mereka mencari tuhan
Yang mereka anggap bisa mengembalikan semuanya
Sungguh mereka tak tahu semua itu hanya ujian
Dan mereka telah kalah
Kalah oleh dunia yang mereka ciptakan
Dunia yang mereka pikir akan menyelamatkan mereka
Hai manusia untuk apa agama bagimu
Hanyakah identitas belaka
Penanda sosialmu
Ataukah sekedar penenang yang menawarkan janji surga dan menakutimu akan siksa pedih nerakanya?
Tidakkah kau lihat cahaya tuhan MU
Yang menunjukkanmu jalan melangkah
Cukup sudah kau bermain
kini tiba saatnya kau kembali
Dan semua telah telambat
Karena malaikat maut telah di depanmu

Mood dalam menulis?

Ada banyak penulis yang sangat mengagung-agungkan mood dalam berkarya . Mungkin saya termasuk salah satunya (Mood saya maksudnya, bukan mengaku penulis loh yah, hehehe, mau lolos nih ). Tapi setelah membaca artikel satu ini, saya benar-benar tergugah. Thanks to Leila Amra for posting it.

Ngomongin Motivasi dan Mood
Posted in Tips Menulis by Leila Amra on the January 3rd, 2008


Kamu masih memiliki motivasi untuk menjadi penulis? Syukurlah. Itu artinya kamu masih punya modal. Masih semangat juga kan? Oke, itu sudah cukup sebagai trigger (pemicu) untuk merintis jalan menjadi penulis. Kerja keras yang gigih akan memunculkan keseriusan.
Banyak penulis beken dan handal saat ini yang berangkat dari bawah. Mereka dengan semangat tinggi akhirnya berhasil meraih prestasi yang bagus dalam menulis. Seperti JK Rowling, Rosihan Anwar, Emha Ainun Nadjib dll.
Saya punya pengalaman menarik soal ini. Memang sih, keseriusan saya kepada dunia tulis-menulis munculnya boleh dibilang telat banget. Gimana nggak, seumuran SMU baru muncul dan tumbuh berkembang. Telat memang, bila dibandingkan banyak penulis lainnya yang udah malang-melintang di dunia menulis sejak mereka di sekolah dasar. Waktu sekolah di SD, saya cuma seneng baca. Koran bekas bungkus makanan saja saya baca. Lumayan dapat wawasan sedikit. Kecintaan saya kepada dunia penulisan, itu pun dengan setitik cinta saja, baru tumbuh kelas 2 SMP. Lucunya, itu hanya sebatas puisi dan menulis surat saja. Gara-garanya saya sering dengerin lagu-lagunya Bang Ebiet G. Ade. Waktu itu, saya kepikiran enak kali ya bisa merangkai kata-kata indah dalam sebuah puisi.
Celakanya, itu tetep nggak saya geluti dengan penuh keseriusan. Maklum, motivasinya kan belum tumbuh. Inilah jadinya kalo nggak diasah. Waktu saya sekolah di SMAKBo, kebiasaan menulis surat dan menulis puisi kebawa juga ke Bogor. Di sini pula saya terlatih untuk membuat surat kepada ortu. Tujuan mulianya adalah meminta uang untuk biaya sekolah. Tentu, sebagai anak yang baik (cieeee…), saya tidak tembak langsung kepada sasaran, tapi saya tanya ini dan itu. Bahkan mungkin kesannya basa-basi banget. Tapi lama-kelamaan kebiasaan menulis surat itu menjadi hobi tersendiri. Sampai saat itu saya tetap belum memiliki motivasi utuk menjadi penulis. Nggak ada sedikit pun. Nol potol kata wong Suroboyo mah.
Saya mulai sadar dengan keterampilan saya dalam merangkai kalimat adalah ketika mengerjakan tugas mata pelajaran PSPB di sekolah berupa karya tulis singkat. Kalo nggak salah waktu itu cukup 2 halaman kertas ukuran folio. Nah, mau nggak mau kan saya mengerjakan itu. Saya cuma modal semangat, apa saja yang ada dalam pikiran, saya tulis langsung di kertas itu. Rupanya mulai tumbuh kecintaan dan keseriusan saya dalam dunia penulisan. Puncaknya adalah motivasi seorang teman selepas acara pengajian. Menjelang tengah malam saya dan dia masih bangun. Terus tiba-tiba dia nyeletuk, “Kalo pengen bisa nulis, mulailah dengan menulis. Apa pun yang ada di benak kamu tuliskan saja. Kalo nanti hasilnya salah atau janggal, kan bisa diperbaiki.” Gebray! Serasa dapet cahaya terang bernderang. Sejak saat itu, saya kuatkan tekad bahwa saya harus bisa menjadi penulis.
Apa yang bisa saya lakukan waktu itu? Terus mempertahankan api semangat yang menyala dalam diri saya, bahwa saya harus bisa menjadi nulis dengan baik. Saya jadi menyediakan waktu khusus untuk baca buku-buku apa saja. Kunjungan ke toko buku jadi rutin. Waktu itu saya belum punya mesin tik, apalagi komputer. Saya cuma punya motivasi dan semangat. Itu saja. Itu sebabnya, kertas kosong selalu jadi sarana saya untuk menumpahkan segala perasaan saya menjadi sebuah tulisan. Kebetulan waktu kelas tiga SMAKBo seluruh siswa mendapatkan pelajaran komputer. Beda dengan ketika kelas dua yang cuma belajar DOS, saat itu muali belajar program pengolah kata, WS5. masih inget sampe sekarang. Tapi sayang tempay kursusnya udah bangkrut. Padahal lumayan untuk mengenang. Gimana nggak, di saat ada komputer nganggur saya langsung minta ijin untuk memakainya. Saat itulah kesempatan saya untuk menyalin tulisan dari coretan di kertas ke dalam komputer. Ngetiknya hebat lagi, “11 jari”! he..he..he.. iya, yang aktif cuma dua jari telunjuk aja. (backsound: kasihan deh gue..)
Sobat muda muslim, Sejak saat itu saya terus termotivasi dan merasa tertantang untuk bisa menulis dengan baik. Saya baca koran, majalah, dan tabloid. Saya pelajari bagaimana orang lain bisa menulis dengan bagus. Saya koleksi buku-buku menulis seadanya. Karena terus terang saya nggak belajar secara khusus dalam pendidikan formal tentang pelajaran menulis. Semua saya dapatkan dari pengalaman saja. Belajar sendiri. Dalam kegiatan sehari-hari saya sering mengoleksi beragam data, siapa tahu nanti terpakai. Artikel menarik di koran saya kliping. Kalo ada informasi amsi di televisi atau radio langsung saya catet. Kebetulan suka bawa-bawa catatan kecil dan pulpen. Diam-diam aja saya tulis. Saya kelompokan data tersebut berdasarkan jenisnya; politik, sosial, ekonomi, budaya, agama dsb.
Terus saya lakukan sampe lulus sekolah sekalipun. Sampe akhirnya saya menemukan sebuah jalan untuk mengembagkan harapan saya dalam menulis. Saya gabung dengan majalah Permata akhir tahun 1995. Sampe sekarang, alhamdulillah saya bisa menulis. Sedikit lebih cepat, sedikit lebih sering, sedikit lebih mudah, dan masih banyak yang harus saya pelajari dan kembangkan lagi. Sobat, ini sekadar berbagi pengalaman. Tapi intinya, jika motivasimu sangat kuat dalam suatu bidang, katakanlah ingin bisa menulis, maka teruslah pelihara dengan makin banyak baca, bergaul dengan mereka yang bergelut di bidang itu, dan terus mengembangkan diri.
Ngomong-ngomong soal mood, bagaimana cara menumbuhkan dan mempertahankannya? Emang sih, kadang kita suka bete van bosen. Ada saja masa-masa di mana kita jenuh banget. Males ngapa-ngapain. Apalagi disuruh nulis. Watau, ambruk deh. Saua punya tip, barangkali bisa dicoba sama kamu.
Kalo saya lagi bete, pasti hilang deh mood utuk nulis. Gimana mengembalikannya? Kalo udah mentok banget biasanya saya rileks dulu. Ngasuh anak, atau sekadar refreshing di depan komputer (baca: main gim). Itu sering saya lakukan. Tapi main gimnya jangan kebanyakan. Bisa berabe juga lho. Nah, kalo udah selesai main kan biasanay rileks. Saat itulah saya sering dapet ide untuk segera menulis. Sobat, supaya nggak kehilangan mood, saya biasanya kalo dapat ide langsung dicatat atau dituliskan di komputer. Dan perlu diketahui bahwa ide bisa muncul di mana saja. Itu sebabnya kita kudu siap menyambutnya.
Banyak baca, biasanya juga akan mempertahankan mood atau setidaknya ada saja bahan yang masuk ke otak, siapa tahu kan itu malah jadi bahan tulisan. Tul nggak? Maka, saya ngasih saran supaya mood tetap terjaga kamu kudu sering bergaul dengan teman-teman yang hobi menulis atau yang hobi baca. Itu akan membantu dalam mempertahankan mood. Saya sering merasakannya kok. Kat Pak Faudzil Adhim, jangan nunggu mood datang, tapi justru harus kita sendiri yang menciptakan mood tersebut. Bila demikian, mood emang jadi nggak pernah padam, karena memang kitalah yang mengaturnya.
Oke deh, tancapkan kuat-kuat motivasi dalam dirimu untuk bisa menulis, dan pertahankan mood agar pembaca tetep menyala dalam dirimu. Sebab, bila motivasi untuk bisa menulis atau menjadi penulis kurang, atau malah nggak ada, sebaiknya urungkan saja cita-citamu ujtuk jadi penulis. Teori yang saya paparkan sebanyak itu, nggak akan ada gunanya jika motivasimu untuk menulis payah banget. Yup, semuanya memang berangkat dari motivasi. Kalo motivasi udah kuat, ritangan or halangan sebesar apa pun insya Allah bisa diatasi. Ayo kamu bisa menjadi penulis! Go.. menulis Go! Dan tentunya: Tetep semangat! [O. Solihin]

Menulis? Yuuuuuuu...(Tips enulis by Adthitya Mulya)

Seorang pernah berkata, ketika kamu ingin menulis, maka menulislah
Lupakan sejenak tentang teori yang pernah diajarkan.
Menulis
Menulis
Dan menulis
Menulis saja,tapi jangan lupa luruskan niat,
Itu penting loh...
Ya, teori memang perlu sebagai bekal
Tapi kita tidak perlu segudang teori untuk bisa menulis selama kita tidak pernah mencoba mengaplikasikan teori-teori itu (am I writing this?)
Ya dengan menulislah kita mengaplikasikan teori yang pernah kita baca itu.
Uppsss. Kok terkesan menggurui yah? Maaf J

Okay. ini ada sedikit info tentang beberapa buku dan catatan “How to Write”
yang sempat saya baca, Moga bermanfaat. Amin

· “Senyum untuk Penulis”. Pustaka Alvabet. 2005. Eka Budianta (www.alvabet.com)
· “Dunia Kata: Mewujudkan Impian Menjadi Penulis Brillian”. DAR!Mizan. 2004. M.
Fauzil
Adhim (http://www.dar-mizan.com)
· “Menjadi Kaya dengan Menulis”. ANDI. 2006. Rs.Rudatan.
· “Berani Menulis Artikel: babakan Baru Kiat menulis Artikel untuk Media Massa
Cetak”.PT.
Gramedia Pustaka Utama.2006. Wahyu Wibowo.
· Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang” PT. Gramedia Pustaka Utama.2002.
Andrias
Harefa
· 10 Arrrghhhh.Melly Guslow

Dan ini bebereapa artikel yang sayang dilewatkan!!!

Tips Menulis Buku Fiksi Pertama Lu
Published by adhitya on Wednesday, May 2, 2007 at 10:51 PM.

Dari Gua
Dari pertama gua nulis, udah lumayan banyak orang yang dateng ke gua minta diajarin bagaimana cara nulis buku. Kebanyakan jawaban gua udah ada sebenernya dalam pelajaran bahasa indonesia kelas 1-2-3 SMP dan 1-2-3 SMA.

Dari mulai hal-hal yang seperti: bikin tema, bikin sinopsis, membagi paragraf yang baik, semuanya adalah bekal teknis yang cukup untuk menulis buku. Tulisan di bawah adalah ringkasan gua secara menyeluruh tentang pertanyaan-pertanyaan dari banyak orang yang gua gak bisa jawab satu-satu. Bahasan akan gua bagi jadi 3 bagian penting.
Pre-production, production dan post-production.
Ini adalah tiga fase penulisan buku yang dalam masing-masing fase, ada hal-hal yang bisa membantu lu membuat buku yang baik….setidaknya baik versi pengalaman gua. Ini mungkin bukan tips yang terbaik yang lu denger tapi yang terbaik yang gua tahu. Penulis-penulis lain yang punya pengalaman beda mungkin akan gak setuju dengan isi blog ini, tapi again, ini adalah yang gua alami.
Di sini gua juga pengen memanage expectation orang karena normally orang yang mau menulis buku itu menggebu-gebu dan ditakutkan tidak memperhatikan beberapa elemen penting. Apalagi di jaman sekarang di mana buku fiksi itu sudah overrated kalo gua bilang.
______________________________________________________________
I. Pre-Production
I.1 Ide Cerita
Ada 2 alasan besar kenapa orang beli buku lu:
Ide cerita lu
Cara lu menuturkan cerita.
Di section ini kita akan bahas ide cerita dulu.
Fiksi: Beberapa macam ide cerita fiksi yang bagus adalah
Yang beda dari yang lain. Ide cerita yang unik lumayan bikin orang penasaran.
Sesuatu yang mendasar dan terjadi di setiap orang.
Atau gak perlu beda dari yang lain tapi lu ambilnya dari sudut pandang lain.
Elu dituntut untuk melatih diri menjadi kreatif. Jangan berhenti bertanya ’kenapa?’ dan ’bagaima jika...?’
Yang harus dihindari dari persepsi gua adalah:
Topik yang udah banyak orang bahas.
Membuat karya fiksi dari pengalaman sendiri.
Again, dari persepsi gua, gua gak terlalu suka membaca karya fiksi yang sebenernya adalah hasil dari pengalaman pribadi. Gua gak suka, karena gua dulu ditempa menjadi penulis dengan ajaran: karya fiksi itu lahir dari proses kreatif. Nah kalo pengalaman kita sendiri kita fiksikan, proses kreatifnya minim.

Orang-orang yang nulis pengalaman pribadi, biasanya jarang memiliki kemampuan untuk menulis novel kedua (Ini bukan teori, ini pengamatan dari pengalaman seseorang). Semua isi perutnya udah abis disebar-sebar di buku pertama. Kalau pun iya, biasanya buku kedua terjual lebih edikit dari buku pertamanya.

Penulis yang konsisten memberikan ide fiksi tidak akan memiliki masalah memulai buku keduanya karena mentalnya penulis.

Nah gua gak bilang bahwa lu gak boleh memasukkan pengalaman pribadi lu ke dalam fiksi lu. Terserah elu itu mah. Toh ada beberapa buku yang seperti ini yang juga gemilang. Andrea Hirata men-tetralogikan pengalaman hidupnya dalam karya :

Laskar Pelangi
Sang pemimpi
Edensor
yang terakhir belum dia reveal apa judulnya

Ini diakui secara publik lho. And you know what? Bukunya bagus! Gaya ceritanya bagus. Ide ceritanya (pengalaman hidupnya) bagus. Ternyata gua lihat bahwa bedanya dia dengan yang lain adalah bahwa ide ceritanya inspiratif. Kata seseorang yang komentar di comment post ini, Salman Rushdie juga sering make pengalaman pribadinya dan bagus. Good for him then.

Jadi terserah kita. Kalo Kita mikir pengalaman pribadi kita bisa memberi hikmah / menghibur / menginspirasi orang banyak dalam bentuk fiksi, silahkan tulis. Kalo nggak, mending jangan saran gua.
Non-fiksi: Jika ingin menceritakan pengalaman pribadi, mending sekalian aja menulis buku non-fiksi. Raditya Dika dengan buku-bukunya adalah contoh yang sempurna akan hal ini. Dari awal dia memang sudah niat nulis pengalaman pribadinya dan dia go public mencetak bukunya dengan label ’Ini pengalaman pribadi’. Cara dia bercerita dan materi yang dia ceritakan sangat
kocak.

Tips memilih topik untuk non fiksi adalah:

1. Pengalaman lu yang unik yang gak dialamin banyak orang

2. Hindari kecenderungan memamerkan sesuatu yang orang banyak gak punya karena nanti lu akan kehilangan sense of belongingnya pembaca.

3. Persepsi lu akan sesuatu. Isman Suryaman dengan ’Bertanya Atau mati’ adalah contoh yang baik dalam penulisan on-fiksi yang tidak menceritakan pengalaman pribadi tapi lebih ke persepsi dia akan segala seuatu.
I.2. Target Audience
Penulis yang baik juga harus cukup peka untuk bisa mereka segmen usia dan segmen uang mana yang akan membaca bukunya. Gak usah pake bahasa yang rumit jika kita menarget pembaca di desa. Buku-buku Umar kayam dapat dinikmati oleh tukang pisang goreng sampe manager karena penuturannya baik dan pas bagi semua orang. Ide cerita yang terlalu high class akan ditinggalkan orang-orang susah. Intinya, ide dan cara bertutur yang pas akan mampu merangkul lebih banyak pembaca dari segala segmen.
I.3. Judul
Secara general, ada baiknya lu bukin sinopsis. Sinopsis ini akan kerasa gunanya di kala kita udah mulai nulis nanti. Judul dan tema juga penting agar kita tidak melebar dalam bercerita. Biasanya gini: Sinopsis adalah cerita lu dalam 3 paragraf

Tema adalah cerita lu dalam 1 kalimat

Judul adalah cerita lu dalam 1, 2 atau 3 kata

Kalo gua, jujur aja gua udah bikin 3 buku dan sampe sekarang masih gak becus aja nyari judul. Nyari tema sih oke. Ngembangin tema ke cerita oke. Tapi nyusutin dari tema ke judul? I am total crap at it.

____________________________________________________________

II. Production

Dalam production, ada 2 hal yang penting. Penulisan dan kritik.

II.1. Penulisan

II.1.1. Penokohan (matrix)
Salah satu yang sering penulis baru lakukan adalah penokohan yang tidak proporsional. Ini berhubungan dengan keterbasan buku sebagai media 1 dimensi. Buku hanya mampu bercerita dengan tulisan dan tidak dengan visual sehingga ketika orang membaca sebuah nama, dia akan berasumsi bahwa tokoh yang diberi nama ini, adalah tokoh penting dalam buku. Sering didapati bahwa penulis bercerita panjang lebar tentang tokoh ’Irwan’ di bab 2, tapi Irwan tidak muncul lagi di bab-bab berikutnya. Intinya jika kita menulis terlalu banyak nama/tokoh, pembaca akan bingung. Untuk itu sebelum menulis, minimal kita harus membuat sebuah matrix penokohan. Tokoh-tokoh utama harus jelas asal-usulnya dan kondisi fisik dan mental mereka. Untuk itu matrix penokohan di bawah akan sangat membantu. Semakin penting peran si tokoh, semakin detil kita harus gambarkan. Semakin gak penting peran dia, kita gak perlu detil-detil amat menggambarkan mereka.

Biasanya penulis sudah cukup kuat untuk menyimpan semua informasi ini dalam otak. Tapi gua sih nggak. Akhirnya gua melakukan deskripsi fisik yang berbeda akan tokoh yang sama dalam buku GMC. Memalukan. Sejak itu gua pake matrix ini. Matrix ini sangat berguna jika lu nekat ingin nulis buku dengan tokoh utama dna pendukung yang banyak. Contohnya buku ’Arus Balik’ Pramoedya Ananta Toer. Itu buku tokohnya banyak banget tapi detil mereka terjaga dengan baik.
II.1.2. Struktur Cerita
Metode
Umumnya drama 3 babak sudah cukup untuk mengakomodir penyaluran cerita. Kalo mau kreatif sedikit mungkin kita utak-atik depan belakang dan tengahnya. Buku ’100 years of solitude’ dari Gabriel Garcia Marquez adalah contoh yang unik untuk ini. Buku tersebut dia awali dengan endingnya. Buku itu dia awali dengan menceritakan bahwa pemeran utamanya akan ditembak mati oleh pasukan penembak. Dari sana dia flash back ke 100 tahun ke belakang kehidupan keluarganya.
Drama 3 babak berkomposisikan:

Babak 1: perkenalan masalah

Babak 2: masalahnya

Babak 3: penyelesaian
Setelah gua banyak baca, setidaknya gua pribadi mendapati bahwa buku yang tamat gua baca adalah buku-buku yang babak 1-nya singkat dan mampu memperkenalkan masalah dalam bukunya dalam jumlah halaman yang gak terlalu banyak. Tapi ini juga bukan pedoman. Ambil da Vinci Code-nya Dan Brown. Gua mendapati bahwa di akhir setiap bab selalu ada pertanyaan-pertanyaan yang membuat kita meneruskan membaca ke depannya. Itu bagus. Misterinya berlapis-lapis tapi masing-masing misteri itu gak bertele-tele. 600 halaman tu gak kerasa. Ada novel yang masalahnya hanya muter-muter di situ tapi dikemas dalam 700 halaman seperti the Historian. Itu buku gua tinggal di halaman 600 karena gua gak kuat. Buku itu membutuhkan 250 halaman untuk bilang bahwa tubuhnya drakula mencari kepalanya, yang mana udah bisa gua tebak dari 50 halaman pertama dari 250 halaman itu.
Ada lagi yang strukturnya dibuat persis seperti kita nonton film. Dan Brown adalah penulis yang bertipe seperti ini. Baik dalam Da Vinci Code atau Angels & Demons, tiap babnya gak terlalu banyak. Tapi jika kita ukur dan bayangkan, satu bab dalam bukunya gak susah kita bayangkan sebagai 1 adegan. Dan dari 1 bab ke bab lainnya menceritakn semua tokoh secara terpisah dan lama-lama terasa koneksinya dan makin konvergen.
II.1.3. Konvergensi cerita
Kalo gua pribadi, gua gak akan mulai menulis sebuah buku fiksi sebelum gua tahu endingnya seperti apa. Ninit Yunita, penulis testpack punya metode yang lebih efektif di mana dia mulai menulis setelah minimal 70% yakin akan endingnya. Minimal jika ending berubah, perubahan itu gak jauh-jauh amat.
Penulis pemula umumnya memiliki nafsu menulis tinggi sekali. Mereka mulai menulis sebelum tahu endingnya gimana, akhirnya tulisan mereka cenderung melebar (divergen). Semuanya ingin diceritakan. Pertama nulis tentang A, kemudian tentang B, kemudian tentang C tapi di tengah jadi bingung mikirin bagaimana caranya mengikat A, B dan C itu. Akhirnya buku itu dia tinggal. Dia ganti judul baru tapi dengan pola kerja yang salah, di judul baru ini dia mengalami kesulitan yang sama. Makanya, menulis konvergen itu akan menghemat waktu. Bikin sinopsis sebelum menulis.
II.1.4. Gaya/Cara bertutur
Seperti yang gua bilang ada 2 hal yang pada akhirnya membuat buku lu dibaca: ide cerita dan gaya nulis lu.
Sementara semua orang punya kemampuan untuk membuahkan ide yang kreatif, gak semua orang punya kemampuan bercerita dengan unik. Kalo kita udah nemu sebuah gaya bercerita, biasanya itu akan menjadi trade mark lu dan lu bawa di semua buku lu. Gua seperti ini. Ada lagi penulis yang di tiap bukunya gaya nulisnya beda. That's fine juga.

Gaya menulis yang unik pun gak bisa gua ajarin di sini. Itu adalah sebuah skill yang hanya lu sendiri bisa latih dan bisa tumbuhkan. Kalo dari pengalaman gua, sebelum gua nulis buku, gua habiskan satu tahun untuk menulis di blog. Cari-cari gaya bahasa yang lucu dan bisa bikin orang terhibur. Satu tahun. Itu proses yang lama. Gua gak bikin jomblo dalam 1 malam. Nasihat gua sih,
jangan terlalu ingin instan langsung bikin buku. Latihan dulu di blog atau di mana pun, akan bisa.
rajin-rajin baca buku fiksi / non-fiksi. Perhatikan bagaimana cara penulis-penulis lain bercerita. Bagiamana mereka mendeliver cerita mereka, bagaimana mereka mengerem dan menggas cerita untuk mendapatkan suspense pembaca. Bahasa formal/non-formal yang bagaimana yang mereka bungkuskan pada cerita mereka. Semua itu penting untuk disimak.
Untuk nulis lu butuh 2 hal. Talent dan practice untuk mengasah talent itu menjadi lebih baik.
II.2. Kritik
II.2.1. Ego Penulis
Gua adalah seorang kritikus buku yang dingin. Kalo jelek ya gua bilang jelek dengan catatan gua kasih mereka input. Hasilnya lumayan. Sejauh ini 4 dari sekian jumlah buku yang gua kritik, dapet kontrak film. 3 di antaranya terjual banyak juga.
Tapi yang sering gua dapati adalah bahwa penulis-penulis pemula yang datang ke gua, egonya besar sekali sampai mereka gak terima masukan gua. Dan orang-orang ini pun ketika akhirnya menerbitkan buku mereka, gak terjual seberapa banyak ketimbang mereka yang mampu nerima input. Gua ceritain ini bukan karena nasihat gua adalah jimat tapi karena they wouldn't listen.
Setelah dialog dengan seorang editor terkemuka, kita berdua mendapati bahwa jaman sekarang ini banyak yang penulis pemula yang merasa karya pertamanya adalah maha karya tanpa cacat dan secara mengejutkan sulit sekali nasihatin mereka. Sulit sekali bagi mereka untuk menelan komentar
”karya kamu itu jelek.”
Gua ditolak 3 kali oleh 2 penerbit sebelum Jomblo diterbitkan gagas. Dan gua bersyukur mereka menolak karena di saat penolakan itu mereka memberi input terhadap kelemahan yang selama ini gua gak sadari ada.
Coba kalahkan ego lu. Penulis itu sering mengalami apa yang dalam dunia statistik ’figure blind’. Setelah menghabiskan ratusan jam penulis menjadi subjektif dengan karyanya dan cenderung tidak mampu melihat kekurangan dalam karyanya. Makanya penting bagi lu untuk meminta orang lain untuk membaca dan memberikan lu kritik. Lebih baik dibantai selagi masih bentuk draft, offline ketimbang dibantai setelah jadi buku di media. Kalo draft udah jadi buku, that’s it. Malu banget untuk dirubah.
II.2.2. Feedback System
Sebaiknya lu punya feedback system sendiri. Maksudnya adalah sebuah mekanisme yang lu buat gimana caranya sehingga lu bisa menguji sejauh mana draft lu diterima di masyarakat. Untuk sharing aja, kalo gua:
Setelah selesai draft 1 gua cari 6-10 orang yang gua gak terlalu kenal dan gua minta mereka baca dan minta input mereka.
Input mereka ini akan menjadi bahan untuk gua kaji apakah gua ada ide dan gaya penulisan yang gua harus rubah. Perubahan ini menjadi draft 2.
Setelah selesai draft 2, gua lakukan lagi ke 6-10 orang yang berbeda. Ambil input dari mereka lagi. Dan lakukan hal yang sama dengan #2.
Gua melakukan ini secara konsisten dan serius karena gua percaya reaksi orang-orang yang gak gua kenal itu adalah cermin dari reaksi pasar jika buku itu terbit.Kritis terhadap diri sendiri juga penting. Sering-sering baca draftnya lagi dari awal dengan asumsi kita orang luar. Itu akan membantu objektifitas. In time setelah lu menulis 3-4 buku dengan cara ini lu akan sadar sendiri dan meng-kaji tulisan sendiri dengan lebih objektif.
______________________________________________________

III. Post-Production
Kalo lu pikir bahwa tugas lu nulis buku udah selesai di sini, salah. Justru 30% waktu total pembuatan buku jatuh di post-productionnya. Berikut adalah aspek-aspek yang lu harus kenali dalam post-production.
III.1. Supporting Elements
III.1.1. Cover
Pada kenyataannya, people do judge books by the covers. Di era di mana banyak buku yang bersaing untuk djual, peran cover mau gak mau jadi penting. Berikut adalah jenis-jenis cover yang gua klasifikasikan berdasarkan pengalaman gua.
Simbolik. Contoh yang sangat bagus untuk jenis ini adalah 5 CM-nya Donny Dirgantara. Hanya ada tulisan 5 CM dengan all black dan ada emboss tulisan-tulisan lain. Hitamnya ini cowok banget dan bikin penasaran. Bagi gua covernya bagus banget. Tapi bagi gua, isinya not my cup of tea. Contoh lain yang simbolik adalah Soulate-nya Jessica Huwae. Simple, putih dan hanya ada mouse sebagai vocal point dari gambar. Very nice.
Explicit. Gua dan Ninit sejauh ini cenderung explisit kalo milih cover. Ada gambar orang-orang karena kita pengen covernya ngerelate ke ceritanya. Bagi gua dari semua cover kita, yang paling bagus adalah cover testpack.
Permen. Warnanya extreme pink, extreme red. Cover-cover seperti ini lumayan menonjol disbanding buku-buku lain ketika mereka dipajang berbarengan.
III.1.2. Back Cover Comments
Back Cover comments (BCC) bukan faktor utama dalam orang memilih buku. Dan meski gua sendiri sampai sekarang masih pake, gua berencana agar buku gua berikutnya sudah gak make lagi. Kelemahan memakai BCC adalah: Orang yang lu minta BCC belum tentu ada waktu untuk baca buku lu karena dia sibuk. Lu juga gak bisa ngapa-ngapain karena posisi lu adalah minta ke dia. Lu juga gak mungkin marah-marah ke dia.
III.1.3. Synopsis
Jaman gua nulis buku, nerbitin buku tuh sedemikian susahnya sehingga ketika pada akhirnya Jomblo diterbitkan, gua mudah sekali bersaing dengan penulis-penulis lain. Tapi jaman sekarang udah beda. Pasar buku itu udah oversupplied. Dulu ketika orang punya uang 20000 dan pergi ke gramedia, dia gak punya banyak pilihan.

Jaman sekarang ketika dia pergi ke gramedia untuk beli buku fiksi, dia bingung. Ada berbagai judul untuk semua genre dan segmen umur. Di sini lah pentingnya sinopsis 1 paragraf di cover belakang. Sinopsis itu tidak akan membantu buku lu terjual. Sinopsis itu akan membantu orang memutuskan apakah dia akan membeli buku lu atau tidak.
III.2. Publishing
III.2.1. Penerbit yang benar
Industri buku dan outputnya yaitu dunia sastra, mengalami perubahan besar-besaran dari tahun 2004. Jaman dulu, masukin buku itu susahnya selangit. Gua masih mending ditolak 3 kali oleh 2 penerbit. Hilman Hariwijaya yang terpaut 10 tahun lebih tua dari gua, ditolak gak kurang dari 7 kali.

Intinya gini: sampai dengan tahun 2003, penerbit itu masih melihat buku sebagai medium penyaluran karya sastra. Mereka tidak melihat bahwa buku bisa juga sebagai medium hiburan seperti Jomblo dan Lupus. Setelah tahun 2003 baru lah mereka sepertinya sadar bahwa buku juga medium hiburan. Lantas semua penerbit beramai-ramai mencari naskah yang menghibur. Keluar label metropop, teenlit, de el el.

Sebenernya ini sah-sah aja, tapi imbasnya kebanyakan penerbit menurunkan standar kualitas teknik menulis dan penceritaan. Padahal seharusnya mereka tidak melakukan ini. Dari pendapat gua, seharusnya yang terjadi dalam industri buku fiksi adalah:
tetap menset standar yang tinggi untuk teknik penulisan
membuka mata lebih lebar untuk genre-genre hiburan.
Gara-gara ini tidak dilakukan, sekarang banyak sekali buku yang beredar. Dan dari semua yang gua pelajari, gua bisa bilang banyak juga dari buku yang beredar itu sub-standard dalam aspek yang berbeda-beda. Nah di sini gua delete beberapa contoh yang gua temukan karena gua mendapati ada orang-orang yang merasa, kelemahan-kelemahan yang gua spot itu bukan kelemahan. Ya sudah silahkan percaya sama masing-masing.
Yang jelas, penerbit tidak ingin kehilangan kesempatan memiliki lupus kedua sehingga mereka tidak memperhatikan kualitas-kualitas yang selama ini mereka junjung. Padahal kalo kita liat lupus dulu, meski pun konyol, dia tetap memakai teknik menulis yang descent. Dulu penulis harus sabar editor baca naskah 3 bulan. Sekarang, kasus paling parah yang gua pernah tahu adalah masukin siang, sorenya di-approve.
Makanya, berikut adalah hal-hal yang harus dicermati dari penerbit:
Jika approvalnya sangat cepat (1 hari), maka lu harus hati-hati. Logisnya, penerbit menerima puluhan jika tidak belasan naskah tiap hari. Kecil kemungkinan naskah lu bisa dibaca dalam 1 hari. Kalo responnya secepat ini, takutnya mereka gak care akan karya lu, mereka cuman gak pengen kehilangan kesempatan aja.
Dan lu harus selalu cari penerbit yang care pada penulisnya. Jangan masukin karya fiksi lu ke penerbit buku pertanian. Gak cocok. Lihat baik-baik genre lu dan genre dari penerbit lu.
Nisha Rahmanti yang pernah nulis Cintapuccino pernah bilang sesuatu yang valid : milih penerbit itu kayak milih pacar. Lu mesti cocok sama mereka. Ada beberapa penerbit yang sangat selektif dengan penulis-penulisnya sehingga penulis yang bernaung di bawah mereka tidak banyak. Tapi penulis-penulis yang mereka ambil sangat mereka sayang. Promonya didukung abis-abisan. Ada penerbit yang penulisnya sejuta umat. Tapi ketika lu telfon dan tanya bagaimana perkembangan mereka gak nanggep.
III. 2.2. Cara masukin buku ke penerbit
Gua sering mendapati penulis baru kirim draft ke gua minta kritik atau kirim draft ke penerbit tapi presentasinya gak representatif. Kita cuman dikasih amplop isinya draft dan dijepit. Daftar isi gak ada. Sinopsis gak ada. Keterangan penulis gak ada. Jaman sekarang, tiap penerbit itu menerima ratusan draft per bulan. Penerbit harus men-thin slice setiap draft untuk mulai membaca. Maksudnya thin slice, dalam waktu yang singkat dia harus menentukan mana yang harus dibaca duluan. Mereka butuh bantuan elu untuk memudahkan mereka membuat keputusan itu. Berikut adalah hal-hal yang sangat esensial kalo draft lu mau cepet dibaca:
Draft dijilid rapih. Ini agar halamannya gak lepas-lepas.
Kasih 1 halaman sinopsis menjelaskan isi cerita lu. Ini pentig banget agar dalam waktu singkat penerbit bisa memutuskan apakah draft lu lebih layak dibaca ketimbang ratusan draft lain di meja mereka.
Kasih ½ halaman A4 yang tentang mengapa menurut lu buku lu layak dibaca dan
diterbitkan.
Di dalam draftnya, pake halaman. Ini aja banyak yang melakukannya.
Di dalam draftnya, pake daftar isi. Ini akan membantu penerbit menerka flow dari
cerita dalam buku lu.
Kalo bisa dateng ke penerbitnya dan kasih langsung ke editor. Kalo ini sih gua aja.
Gua lebih suka mereka ketemu gua in person, agar lebih meyakinkan. Kalo beda
kota, kasih aja lewat pos atau lewat email, tapi 5 poin di atas harus ada.
III.3. Marketing
Gue menemukan banyak penulis yang ketika bukunya udah dicetak dia bilang
’Yang penting gua nulis buku’

Ini gua bilang sebagai mental seniman tapi gak bisa jualan. Trus, mereka bilang

‘Oh sori, buku gua karya seni, gak komersil kayak lo. (bikin darah tinggi gak sih?) Yang penting gua nyumbang sesuatu ke khazanah sastra Indonesia.’

Nulis buku kalo gak dibaca juga mereka gak akan dapet manfaatnya kali. Ngapain kita bikin karya seni tapi gak ada yang baca? Karya seni kita gak akan ada gunanya kalo gak ada yang baca. Jujur gua punya prinsip bahwa penulis yang baik itu adalah penulis yang bukunya dibaca banyak orang dan bukan untuk alasan komersil. Rantainya:
Buku kita punya nilai jual -> buku kita dibeli -> buku kita dibaca -> buku kita dikritik -> kita sebagai penulis, menerima kritik itu dan menjadi penulis yang lebih baik lagi.
Ada lagi penerbit yang bilang

‘ah penerbit X mah gencar promosi doang, isinya gak nyastra. Kita dong nerbitin karya sastra.’

Ini perkataan yang bener-bener pernah keluar dalam persaingan penerbit. Masalahnya, kalo kita nerbitin karya sastra, kita punya tanggung jawab lebih untuk masarin dengan lebih baik kan? Bukan kah karya sastra akan mencerdaskan kehidupan bangsa? Ini mereka gak lakukan.

Memang benar bahwa buku adalah karya seni tapi ketika karya seni itu dicetak 3000 kopi, karya seni itu berubah jadi prioduk massal yang mana kalo gak terjual, penulis akan rugi (baca rantai atas). Jadinya otak komersil kita juga mesti jalan. Otak yang komersil tidak melambangkan buku yang komersil juga kok. Otak yang komersil untuk karya tulis yang berseni akan menguntungkan semua pihak pembaca, penerbit dan diri kita sendiri untuk menjadi penulis yang lebih baik. Intinya: marketing itu penting dan mendukung kita menjadi penulis yang lebih baik.
III.3.1. Market your book
Bikin marketing plan untuk promo. Gak usah yang jelimet. Yang simple-simple aja tapi ngena. Biasanya setiap penerbit punya departemen promo dan ada baiknya lu cuti berapa hari dan diskusi dengan mereka mau promo seperti apa.

Berikut adalah hal-hal yang lu bisa lakukan untuk promo buku lu. Yang di bawah ini juga tanggung jawab departemen promo lu. Jadi jangan takut melakukan ini sendirian. Kalo penerbit lu bagus, departemen promonya biasanya ngerti ini:
temu wicara / road show di kampus-kampus
sediakan 50 kopi dan kirim ke media massa terkait untuk direview. Tapi ini gambling juga. Kalo buku lu jelek, lu dibantai.
targetin beberapa radio dan lakukan talk show di sana. Sesuaikan segmen radionya
dengan segmen buku lu. Kalo bikin chicklit gak perlu ke radio dangdut.
Bikin blog.
Gabung ke milis-milis, perkenalkan diri lu dan buku lu.
I know seklias baca di atas mungkin risih ya ih kok jualan. Dalam kasus gua, gua 3 tahun di marketing jadi gua sih ngerti kenapa sebuah barang itu mesti dipasarkan. Kalo kalian gak mau melakukan ini gak papa. It will not kill you if you don't do it.
_______________________________________________________
Ya udah. Gitu aja. Semoga berhasil dengan buku pertama lu. Semoga REVISI DARI posting ini membantu.
Rgds, Adhitya

So, Moga bermanfaat yah.



Krisis Paruh Baya


Aku terpekur setelah membaca artikel tentang Krisis Paruh Baya…
(Kalian bisa baca artikel yang aku maksud di bawah postingan berikut)
Termenung lalu bercermin kedalam diriku
Krisis paruh baya. Sepertinya sindrom ini yang tengah menyerangku.
Benar-benar merasa insecure dengan apa dan bagaimana diriku sekarang.
Merasa bahwa pencapaian yang aku raih begitu-begitu saja.
Aku sama sekali hanya berpangku tangan
Memilih menyerah pada malas yang setiap saat menyapa
Tahun berganti bulan beranjak
Dan tengah tahun telah berlalu
Dan aku masih begini-begini saja
Apa yang telah aku lakukan?
Nothing!!!
Apa sumbangngsihku terhadap kehidupan?
Ake merasa kecil
Sangat kerdil

Sementara bila menengok ke dunia luar
Begitu gemerlapnya dengan berbagai simbol penanda diri
Masing-masing berteriak nyaring akan apa yang telah mereka torehkan dalam hidup
Namun aku...
Apa?
Hanya tangisan cengeng meratapi nasib yang sedang tak berpihak
Padahal aku jauh lebih baik

Mereka yang berjuang bertahan hidup di luar sana
Namun mereka tetap menatap hidup dengan kepala tegak

Tetap sabar pada rengekan keluarga yang minta makan padahal tahu kalau rupiah yang ia peroleh hari ini tak sanggup membeli setengah liter minyak tanah

Aku teringat sepulang kantor kemarin, pemandangan miris menyapa mataku
Aku lalu tertegun melihat seorang Ibu mengais sampah sementara anak perempuannya yang masih merah tergeletak tak jauh darinya.
Lalu kenapa aku selalu merasa ada yang kurang?

The Quarter-Life Crisis
by unknown


It is when you stop going along with the crowd and start realizing that there are a lot of things about yourself that you didn't know and may or may not like. You start feeling insecure and wonder where you will be in a year or two, but then get scared because you barely know where you are now.
You start realizing that people are selfish and that, maybe, those friends that you thought you were so close to aren't exactly the greatest people you have ever met and the people you have lost touch with are some of the most important ones. What you do not realize is that they are realizing that too and are not really cold or catty or mean or insincere, but that they are as confused as you.
You look at your job. It is not even close to what you thought you would be doing or maybe you are looking for one and realizing that you are going to have to start at the bottom and are scared.
You miss the comforts of college, of groups, of socializing with the same people on a constant basis. But then you realize that maybe they weren't so great after all.
You are beginning to understand yourself and what you want and do not want. Your opinions have gotten stronger. You see what others are doing and find yourself judging a bit more than usual because suddenly you realize that you have certain boundaries in your life and add things to your list of what is acceptable and what is not. You are insecure and then secure. You laugh and cry with the greatest force of your life. You feel alone and scared and confused. Suddenly change is the enemy and you try and cling on to the past with dear life but soon realize that the past is drifting further and further away and there is nothing to do but stay where you are or move forward.
You get your heart broken and wonder how someone you loved could do such damage to you or you lay in bed and wonder why you can't meet anyone decent enough to get to know better. You love someone but maybe love someone else too and cannot figure out why you are doing this because you are not a bad person.
One night stands and random hook ups start to look cheap and getting wasted and acting like an idiot starts to look pathetic. You go through the same emotions and questions over and over and talk with your friends about the same topics because you cannot seem to make a decision.
You worry about loans and money and the future and making a life for yourself and while wining the race would be great, right now you'd just like to be a contender!
What you may not realize is that everyone reading this relates to it. We are in our best of times and our worst of times, trying as hard as we can to figure this whole thing out.

Better That Way…



To : mysoul@hotmail.com
From : myfairy@hotmail.com
Subject: I’m leaving…

Jo, semoga duniamu masih baik-baik saja. Setelah hampir lebih 339 jam tak ada kabar darimu, aku mulai bertanya-tanya. Pun mempertanyakan hubungan ini. Ini bukan yang pertama kalinya, dan itu membuatku tersadar kalau mungkin kamu memang hanya mempermainkan aku. Mungkin aku tak lebih dari tempat persinggahan lelahmu saat dunia tak bersahabat.
Dari awal aku sadar kalau aku tak boleh berharap banyak, toh kamu tak pernah menawarkan lebih. Hanya bentuk persahabatan, bestfriend, selalu itu yang keluar dari bibirmu, tapi entah, aku seolah tak peduli. Aku menikmatinya. Suaramu sudah seperti candu yang menenangkan aku. Aku benci mengakui kalau I’m addicted to you. Ahh, mungkin memang salahku yang tak bisa menempatkan persahabatan itu, aku yang tak bisa mengontrol perasaan. Sms-sms mesra itu aku tahu itu bukan dari hati kamu, you’re not into it, tapi sekadar bentuk keisengan belaka. Mungkin kamu tidak sadar atau bahkan kau benar-benar tahu pasti bahwa perempuan sangat senang dimanja, dibanjiri perhatian…
Cintakah?
Rasanya terlalu dini bagiku. Tapi let’s say I was too exhausted, berpura-pura bahwa aku juga menganggapmu sahabat, sementara ada sejuk mengaliri hati setiap dering suaramu menggetarkan telingaku. So, I decided to go. Sebelum semuanya terlanjur jauh. I think this is the time. I just don’t wanna be a hypocrite any more; keep telling my self that I don’t need you.
Dan cinta selalu datang tanpa diminta…
Sejak kamu hadir kembali, aku merasa jantungku mulai bekerja lagi, mulai memompakan darah ke pori-pori di tubuhku, ke nadiku, memberiku semangat baru. Perlahan ada yang berubah, semua tak lagi sama. Semua sms itu menjadi pengobat lelahku menghadapi dunia. Perhatian-perhatian itu menjadi pelecut semangatku menjalani rutinitas yang telah menjadi berhalaku. You may say I was too cliché, tapi itulah kenyataannya. Kenyataan yang membuatku menangis. I just can’t stop this feeling grow that way.
U don’t want it happen, do you?
Sorry if I ruined everything.
You are just too special, too good to be true. Tough it’s hard but I think I have to do this.
Thanks for everything, terutama untuk telinga yang mendengar. It means a lot to me.
You are the best I ever had.
Wish u the best thing in life,
always…
I hate to say goodbye, so see you…
I’m leaving…

Deta membaca email itu sekali lagi. Ada ragu menjalari hatinya, perasaan takut kehilangan yang semakin menjadi dan bimbang. Tak urung dia mengarahkan kursor ke”send” pada akhirnya. Dia menggelengkan kepala, mencoba menyakinkan dirinya sendiri bahwa inilah keputusan yang terbaik yang harus dia ambil untuk saat ini, sebelum ia betul-betul sakaw. Semua harus diakhirinya, saat ini juga. Who knows I might feel better, kata hati Deta menyeru.
Jose Andrianka. Lelaki itu hadir kembali setelah 4 tahun menghilang. Jose adalah teman se-angkatan sekaligus teman diskusi yang seru semasa kuliah. Lelaki tanpa aturan yang tahu segala hal itu sudah seperti ensikopledia berjalan di mata Deta. Hubungannya dengan Jose adalah sebuah bentuk persahabatan tanpa syarat. Deta tidak pernah bertemu lelaki itu semenjak wisuda. Kesibukannya sebagai konsultan selepas kuliah kemarin betul-betul menyita perhatiannnya. Sampai suatu hari Jose mengiriminya sms, menanyakan kabar Deta, dan tentang perasaan kehilangannya yang teramat sangat. Pada awalnya Deta hanya menganggap tidak ada yang aneh dari sms itu. Deta membalas sms itu secara wajar. Belakangan lelaki itu mengiriminya sms hampir lima kali tiap hari bahkan meneleponnya sekadar menanyakan kabar, sudah makan apa belum dan semua bentuk perhatian lainnya. Deta berusaha menganggap semua itu hanyalah perhatian wajar dari seorang sahabat. Di luar perkiraan, perasaannya ternyata tak mau kompromi.

*
Tengah malam, ponselnya berdering. If I ain’t got you-nya Alicia Keys. Hampir 1 bulan nada dering itu tidak berbunyi, nada yang khusus dia set hanya untuk Jose. Dan malam ini, seperti malam-malam sebulan yang lalu, nada itu kembali mengalun, kali ini momennya yang tak dia duga sama sekali. Toh sejak ia mengirim email itu. Ia sudah tak berharap banyak. Nada itu kembali mengalun, menariknya ke dunia nyata. Tangannya sudah nyaris menekan key”answer ‘ketika tiba-tiba suara hatinya berseru, “Tidak, Deta, jangan angkat, kamu akan kembali terbuai oleh suaranya, dan kamu tahu kan, kamu pasti akan luluh, Ayolah kamu bisa, kamu pasti bisa tanpanya! Suara Vira sahabatnya juga kembali terngiang ”C’mon, you deserve better, he is not the one, he doesn’t in love with you, he just playing a game. You truly understand the truth about him”. Kata-kata Vira telak mengurungkan niatnya menjawab telpon itu. Nada dering itu berhenti juga. Ppuhh, Ia menarik nafas lega, namun baru saja ia ingin memejamkan mata sebuah pesan baru masuk. Jose.
What did I do wrong? We were fine together!?
From: 085242092xxx
Sent: 23-03-2007
23.09.56

Isi sms itu lagi-lagi hampir membuatnya luluh. “Tidak Deta, mungkin bagi Jose, semua baik baik saja, tapi sungguh tidak bagimu” hati kecilnya memberontak.
Lagi-lagi pesan baru masuk.

Maaf, aku memang sibuk akhir-akhir ini, tapi sungguh tidak ada maksud mengabaikanmu. Please pick up my call. We need to talk…
From:
From: 085242092xxx
Sent: 23-03-2007
23.48.04

Jose masih mencoba menelpon setelah itu, namun Deta tetap tak bergeming.
Satu pesan baru masuk.
U are still my best,
My windmill, what’s wrong with you?
From: 085242092xxx
Sent: 23-03-2007
23.59.36

Lagi-lagi Deta menggelengkan kepala. Windmill. panggilan saying Jose padanya. Untuk sekian kalinya ia menarik nafas panjang, sekadar melegakan dadanya yang sesak. Lalu ia memutuskan membalas sms itu.

To: 085242092xxx
Maaf Jo, aku tak bisa. Aku tidak bisa menjalani hubungan ini. Please, jangan hubungi aku lagi. Just go away. It would be better that way.

Setelah tombol ‘send’ ia tekan, Ia mematikan ponselnya. Ada perih menjalari hatinya, namun bagaimana pun dia sudah mengambil keputusan.
Ketika Deta menghidupkan ponsel keesokan paginya puluhan sms masuk. Semua dari Jose. Dengan sekali tekan delete all. Sms sms itu pun terhapus, tanpa satu pun yang ia baca. Toh ia sudah bisa menebak apa isi sms itu. Lagi-lagi ia menghela nafas, namun galau itu tak juga pergi. Ketika ia melangkah ke luar, di teras depan telah penuh dengan bunga mawar putih kesukaannya, dari Jose, namun tanpa membaca kertas putih yang bertengger indah di sana. Ia bergegas ke kantor.
Sampai di kantor, Deta telah mendapati mejanya penuh dengan bucket bunga. Lagi- lagi mawar putih. Hatinya mulai menangis. Namun Ia putuskan untuk tetap fokus, sampai pada saat harus mengecek email dari kliennya, entah kekuatan dari mana yang menggodanya untuk membuka email pribadinya. Ada satu unread message.

To: myfairy@hotmail.com
From: mysoul@hotmail.com
Subject: Please don’t go…

Dear Deta,
Aku tak tahu apa yang membuatmu berubah dingin seperti ini. Yang aku tahu aku membutuhkanmu. Bagiku persahabatan kita adalah segalanya, kamu terlalu berarti bagiku. Aku takut membuatmu terluka. Kamu tahu, lelaki seperti apa aku. Urakan, unpattern person, a kinda guy who likes wondering around, sleeping around…
I have nothing. Sungguh aku tidak punya apa - apa untuk dibanggakan. Kamu tahu itu, Aku sama sekali tidak bermaksud mempermainkanmu, apalagi memanfaatkanmu. Aku hanya tidak ingin menawarkan apa yang aku tidak punya. Aku tidak ingin memberimu mimpi, karena aku tahu kamu pantas mendapatkan yang terbaik. So if you wanna go because of that reason, there is nothing I can do.
Aku tidak menyalahkan perasaanmu. Mungkin memang aku yang keterlaluan, tak berperasaan. Bilang aku pengecut, bilang aku player, aku bisa menerima semua itu, tapi please stay, u are my bestfriend. Kamu punya tempat khusus di hatiku dan aku menghormati itu. Ta, aku memang belum dewasa. Aku belum berani memegang komitmen. Mengertilah, kamu tahukan, terhadap diriku pun aku belum bisa bertanggung jawab, how can I be your man?
Please don’t go, I need you…
[…]I never say that I didn’t need you so wrap your arm tight around me_ NFG

Email Jose membobolkan pertahanannya, Ia hampir menangis, untunglah ia punya ruang pribadi di kantor ini. Ia pun memutuskan membalas email itu.

To: mysoul@hotmail.com
From: myfairy@hotmail.com
Subject: Re: Please don’t go…

Maaf, Jo. Mungkin ini yang terbaik bagi kita untuk saat ini. Beri aku waktu. Aku ingin menata hatiku lagi. Sampai aku siap, betul-betul menganggapmu sebagai sahabat, betul-betul bisa memilah perasaan ini.
[…]There so much I can take,
And I just got to let it go
And who knows I might feel better
If I don’t try and I don’t hope…
The Corrs_ What can I do
Take care always…
*
“Hi, masih ngelamunin Jose ya?” Suara Vira membuyarkan lamunannya.
“Hey, kamu dah makan siang?” Deta mencoba mengalihkan pembicaraan, “Ayo ke star buck sekarang, you look messy, dear!” Tanpa menunggu jawaban Deta, Vira mengambil tas Deta keluar, mau tak mau Deta mengikuti langkah sahabat sekaligus teman satu divisinya itu.
“Now tell me, what’s going on? Bagaimana setelah kamu melepas Jose?”
Serang Vira begitu mereka mendapat meja.
“Ta’ kamu yakin akan keputusanmu ini kan?”
“Aku tak pernah seyakin ini Ra. Please I don’t wanna talk about this”
“No dear. Kamu tidak bisa terus-terusan lari dari kenyataan. Lihat dirimu sekarang, ini bukan Deta yang aku kenal, you look so gloomy”.
“I’m just too tired”.
“Ta, kamu tidak ingat? Aku sudah mengenal kamu lebih dari lima belas tahun, kamu tidak bisa bohong”.
“Ra, please bantu aku, kamu juga kan yang pernah bilang kalau aku harus meninggalkan Jose”.
Vira terdiam.
Aku hanya butuh waktu untuk melupakan Jose, you know time will heal.
Akhirnya Jose sama sekali tidak menghubunginya, Deta merasa kehilangan, namun Ia tak mau ambil pusing. Toh Ia sendiri yang meminta laki-laki itu untuk tidak mengganggu hidupnya lagi.
“Hi, you look better these days” bisik Vira saat mereka bertemu di lift tadi. “Thanks”
“Kerjaan memang bisa jadi escape yang bagus ketika patah hati.” Vira berkata tersenyum menggodanya. Deta hanya mampu mencubit lengan sehabatnya itu.

To: mysoulmatefyra@hotmail.com
From : detaurora@hotmail.com
Subject: I’m totally over him…

Ra, let’s say I’ve learned a lot. Hidup mengajari aku satu hal. Terkadang kita merasa begitu cintanya pada seseorang. Padahal kita tidak tahu benar tentang dia. Bodoh bukan?!Begitupun perasaanku pada Jose. Tagline “cinta itu buta” sebenarnya salah, mata kita yang buta dan hati pun ikut tumpul karenanya. Logika pun terbantahkan. Kita terkadang tidak rela melepas sesuatu yang sekian waktu membahagiakan kita. Padahal mungkin dengan melepaskannya beban yang ada di hati kita terangkat dan mungkin kita akan lebih bahagia. Look at me now. Aku merasa jauh lebih tenang.
Itulah anehnya cinta, dan herannya kita juga ikut-ikutan aneh. Mengambil keputusan terbodoh dan menyerahkan hidup sepenuhnya pada orang yang kita inginkan, bukan yang kita cintai.
Mungkin memang benar tak pernah ada yang betul-betul bisa mengisi hati kita seutuhnya, selalu akan ada orang lain, datang dan pergi. Mereka meninggalkan kenangan lalu pergi, kadang luka, kadang manis. Kamu ingat kan waktu aku menangis darah oleh Andre, Ricky lalu Sany:p. Aku selalu berhasil walau tertatih. Sekarang Jose. Aku memilih percaya bahwa aku pasti bisa melaluinya.
Aku telah menghapus semua sms dan email Jose. Fotonya telah aku bakar dan ternyata itu membuatku jauh lebih baik. I’m totally over him. It better that way.No more memories. I just left it behindJ.Thanks for support.

Satu pesan baru masuk.
You are back!!! :) Wanna go shopping tmr? Jimmy Chao punya produk terbaru!!!
From: 0812421xxx
Sent: 19-09-2007
18.45.01

To: 0812421xx
I can’t wait for tomorrow:) CU

Satu pesan baru, Deta siap-siap tersenyum akan balasan Vira yang selalu konyol.
Hi, besok ada waktu?
From: 085242092xxx
Sent: 19-09-2007
19.09.36

It's just the beginning Part III

Previously…
Dea memutuskan berangkat ke Palangkaraya. Meninggalkan semua impiannya di Makassar demi mebangun dunia baru yang Ia sendiri belum tahu seperti apa. Sahabat-sahabatnya Reza dan Tata, mencoba menguatkan langkahnya mengambil keputusan. Fadil suaminya yang yang harap akan menahannya malah berbesar hati untuk berpisah sementara waktu.
Dea seolah mengendarai kereta takdir yang ia buat. Ia masih tidak yakin dengan keputusan yang telah diambilnya. Ia bahkan tidak tahu sama sekali tempat yang sedang ia tuju kini.


Kata adalah Doa. Itu kata Fadil yang selalu berusaha ia camkan baik-baik.
Dea memang pernah bilang kalau dia sudah bosan dengan hutan beton yang ia lihat tiap hari, Ruko, Pete-pete, sebutan untuk angkutan umum di Makassar ada di segala penjuru, Mall –mall baru dibangun di mana-mana. Green spot yang bisa dia lihat kini hanya lapangan karebosi, lapangan Sudirman, dan seputaran Cendrawasih. Selebihnya, gedung dan gedung.
Bahkan keindahan Losari juga sama sekali tak mampu membuatnya merasa lebih baik. Hiruk-piruk Makassar telah menyelipkan keinginan untuk keluar dari kota kelahirannya itu, di otak dan di hatinya. Ditambah dengan kemacetan yang melambatkan gerakannya tiap hari.
“Akhirnya keluar Makassar juga!”
Itu yang Fadil bilang saat Dea memberitahukan Fadil akan kelulusannya. Dea harus termakan ucapannya sendiri,
“Makanya kalau ngomong itu hati hati, nah sekarang kejadian kan, kamu benar –benar meninggalkan Makasar”.
”Ya, waktu itu kan aku cuma bercanda, Tahu kan saat itu aku lagi sumpek banget, deadline, kerjaan yang itu-itu saja, teman-teman yang itu saja”.
”Suami yang itu-itu saja, memotong ucapannya sambil menatap Dea dengan pandangan yang sulit diartikan.
”Maksud kamu apa?”
Nggak, aku cuma bercanda, abis seneng lihat kamu sewot begitu.
Hon, I’m serious,
I love seeing you like that!
Oh cry me a river, I get touchy, Ntar dulu kali ngerayunya, So gimana dong?
Gimana apanya?
Iya, what should I do?
Fadil menggenggam tangan Dea
Honey, Take it, this is a better deal for you
”Tapi, kita jauhan. Akan jadi seperti apa rumah tangga kita nantinya?”Siapa yang akan merawat kamu? Bikinin kamu teh, cuci baju, masak, bla...bla
”Hahaha, kamu ini hidup di jaman mana sih?Halloo, internet , hp, 3G, mesin cuci, mo dikemanain? Teknologi dipake dong”.
Lagian, aku akan usahakan supaya kantor bisa menerima permintaan aku pindah sana. Cuma ya, mungkin butuh beberapa waktu lama”.
”Fadil, yang ada itu, istri yang ikut suami, bukan malah sebaliknya”.
”Sayang, sebagai suami aku memang harus melindungi kamu, tapi
pekerjaan kamu lebih menjanjikan masa depan. Sementara pekerjaan aku?
Dea masih terdiam.
”Apa kamu ga bakalan kangen?Dea masih tidak yakin.
”Nggak! Sayang, itu pertanyaan bodoh, kamu tahu kalau aku sayang banget ama kamu”.
”Aku dukung segala keputusan kamu, aku tidak mau bilang kamu harus ini kamu harus ambil itu”, lanjut Fadil.
“Tapi…
”Berapa sih tiket Makassar-Palangkaraya? Trust me, di manapun kamu, u already the voice inside my head.. Kamu tuh udah ada di sini, kata Fadil seraya membawa tangan Dea yang sedari tadi digenggamnya ke dadanya”.
Laki-laki itu memang selalu punya cara untuk menenangkan dirinya
Oy iya kita ke café yuk,
“We celebrate your luckiness”,
And we are being apart, Kata hatiku membisikkan kata-kata itu,
Dil,…
Fadil menghentikan niatnya menyalakan mobil.
”Kenapa aku takut”
”Takut?why so?”
Aku ga mau kehilangan kamu, aku takut kamu berpaling dan tinggalin aku, aku…
Hush, …itu Cuma selentingan hati kamu saja. Kamu pikir aku nggak?
”Sayang, jujur aku sedih banget, tapi ini kesempatan kamu. Anggap aja ini tantangan, kamu tertarik banget kan ama yang namanya orang Dayak?”
”Fadil”!
”Deafranza..”
Dea melempar pandanganya ke arah lain
”Hey, Fadil meraih kedua bahu Dea, memalingkan wajah dea ke arahnya
Za, listen to me…
Things don’t go as planned, Hidup itu ya seperti ini, kita dikelilingi oleh hal-hal yang tidak kita inginkan, tapi harus kita jalani,
Hidup aku ada di sini, Dil.
I know… tapi bukan berarti kamu tidak bisa hidup di sana kan?
Bukannya kamu itu wanita luar biasa? Bisa survive di mana aja?
That’s not what I mean. Aku…
….
Dea tak bisa berkata apa-apa lagi
Bibir Fadil mengunci mulutnya

It’s Just Beginning Part II


Previously…
Dea memutuskan berangkat ke Palangkaraya. Meninggalkan semua impiannya di Makassar demi mebangun dunia baru yang Ia sendiri belum tahu seperti apa. Sahabat-sahabatnya Reza dan Tata, ,mencoba menguatkan langkahnya mengambil keputusan. Fadil suaminya yang yang harap akan menahannya malah berbesar hati untuk berpisah sementara waktu.
Dea seolah mengendarai kereta takdir yang ia buat. Ia masih tidak yakin dengan keputusan yang telah diambilnya. Ia bahkan tidak tahu sama sekali tempat yang sedang ia tuju kini



Kelulusan Dea dalam mengikuti tes CPNS kemarin telah mengubah hidupnya, membawanya ke kota ini…
………………………………………………………………………………………………
7. Deafranza 29-08-1984 Kalimantan Tengah
………………… …………………………………………………………………………..
Dea ingat kertas di mana namanya terpampang sebagai salah satu peserta yang berhasil lolos seleksi.
Seumur hidup Dea, tak pernah sekalipun ia bermimpi jadi PNS, Bangkan semenjak ia mengenal kata-kata cita-cita waktu Ia masih di TK dulu, PNS pun tak pernah terlintas, yang ada dia menyebut, presiden, dokter, polwan, ahli bahasa, artis dan yang terakhir yang membekas dalam di hatinya adalah arsitek,
Lalu kini ia harus terdampar di sebuah kota yang 70% lahannya adalah hutan
Jadi PNS,

Ragu sempat memberatkan langkahnya mengambil keputusan, Tapi keinginannya untuk mencari suasana baru selain sumpeknya Makassar juga dukungan sahabatnya membuat mengambil pekerjaan itu, Teringat obrolannya dengan Fadil seminggu lalu
Demi kakek, Za..Demi impian kita.
Doain aku yah Dil”.
Fadil membawa Dea dalam pelukannya yang hangat.
Yang entah bagaimana selalu bisa membuatnya tenang. Makasih Ya Rabb, Engkau telah memberi aku suami yang begitu melindungi.


Palangka Raya, here I come…kata Dea dalam hati, sambil mengarahkan pandangannya ke sekeling. Pemandangan hutan dan rawa yang sempat ia lihat dari jendela pesawat tadi seolah mengisyaratkan bahwa tempat ini sama dengan Makassar. Sama-sama punya hutan, Bedanya, bila di Makassar hutan beton, di kota ini adalah hutan belantara. Asli! What a life!
Setelah mengambil bagasinya, Ia bergegas ke ruang tunggu, Ibu Dian yang dia hubungi dua hari sebelum keberangkatannya, bersedia menjemputnya di bandara .Dari informasi yang dia peroleh di kantor cabang Makasar Ibu Dian adalah koordinator kepegawaian di kantor yang akan ia tempati bekerja.

Selamat datang di Palangka Raya Ibu Dea,
Seorang ibu yang dengan kertas bertuliskan namanya berdiri tak jauh dari pintu keluar bandara.
Bagaimana perjalanannya De, sapa Ibu Dian hangat!
Lancar Bu,


Beginilah Palangka Raya De, Hutan dimana-mana. Kata Bu Dian mengisi kekosongan perjalanan ke rumah dinas yang telah disiapkan untuknya.
“…”
C’mon Deafranza, Thank God for this. You’re so luck, katanya lagi-lagi menguatkan hati.

To be continued...

Love of Our Life

Someone called me a couple nights ago and said:
Dia ninggalin aku...
Kenapa ia harus pergi?
We are fine together.
Dia cinta mati aku
He is love of my life...
I just kept silent.
Didn’t know what I should say to her.
Till she decided to end our phoning.
I just wish she could cope with that.
Then I come to my own world.
Love of our life? Why bother with that?
Aku sudah lama berhenti mempertanyakan itu...
Karena semakin aku bertanya, semakin banyak ketidaktahuan lain yang menyerangku.
Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi sementara titik waktu terus berjalan.
Tapi mestikah kita berhenti di satu titik ketika di titik itu kita kehilangan arah?
Toh kita masih punya hati untuk menuntun kita.
Kita tidak pernah tahu apa yang Tuhan rencanakan untuk kita.
Apa maksud dari semuan rentetan titik peristiwa pahit yang tak pernah bosan datang...
Seperti belajar merangkai puzel, puzel kehidupan
Tentang love of our life,
Ada banyak cinta sebenarnya
Cuma mungkin selama ini kita telah memusatkannya pada satu hati.
Maka ketika hati itu memilih pergi
Kita tak tahu harus berbuat apa
Aku hanya tidak berani mengatakan kalau Si A itu cinta dalam hidupku,
pusat di mana duniaku berputar
Karena aku tidak pernah tahu hidup ini akan kemana.
Mungkin kita berjodoh dengan si A pada suatu waktu.
Tapi suatu saat ketika waktunya tiba, kita harus melepasnya.
Do we stop?
Kenapa tidak melanjutkan hidup?
Hidup akan berakhir seperti apa akan tetap jadi misteri.
Karena otak manusia terlalu kecil untuk tahu itu.
Apapun yang terjadi, nikmati itu sebagai salah satu episode hidup yang harus kita lewati.
Huh, mudah mengatakannya bukan?
Tapi ternyata menjalaninya seperti menapaki jalan penuh beling,
Begitu sulitnya.
Entah berapa pagi yang harus dilewati.
Bangun dengan mata dipenuhi pil air mata.
Kepala yang seolah yang diberati berton-ton beban.
When it happened to you...
When someone decided to go...
Tanya hatimu sekali lagi
Is he the one u want to spend your life time with?
If yes, Is he the best one for you?
Sementara hati kecil kita tidak bisa diharapkan untuk menjawab itu.
Tapi apakah kita harus berhenti di situ?
Berhenti mencintai?
Satu-satunya jalan, kita harus meneruskan hidup.
Dengan segala kerumitan dan namun berlimpah berkah di dalamnya.
Toh semua pertanyaan dalam hidup ini tidaklah mesti menemui jawabnya.
Pasrah, berharap yang terbaik namun tetap prepare for the worst andai skenario terburuk yang ditawarkan.
Karena terkadang mata dan hati hanya ingin melihat apa yang kita inginkan.
Dan kita dikelilingi oleh banyak hal yang tidak kita inginkan di sekitar kita.
Seseorang pernah bilang
Konon kita memang harus bertemu dengan orang yang salah sebelum kita dipertemukan dengan orang yang tepat.
Dan tentunya yang terbaik buat kita.
What do you think?


Deru Pesawat

Ada perasaan tak nyaman setiap kali aku mendengar deru pesawat bergaung
Tiba-tiba aku tertarik paksa ke masa lalu
Sekelebat memori kembali datang dalam tenangku
Merusak puing-puing ketegaran yang coba aku kumpulkan serpih demi serpih...
Aku tlah berusaha keras untuk tidak mengacuhkan...
Mencoba membuat diriku senyaman mungkin
Tapi aku masih tak berhasil...
Sekelebat kenangan terus melintas dalam detik...
Deru pesawat itu kembali mengingatkan aku
Pada apa yang ingin aku lupakan
Pada sebuah cita dan cinta yang terenggut paksa takdir
Tercabut oleh kenyataan yang tak berpihak

Pesawat yang membawaku pergi darinya
Juga yang membawanya pergi dariku


Entah sudah berapa kali setiap perpisahan dan pertemuan menyeruak dalam rentang kebersamaan kami

Setiap aku mendengar deru pesawat yang akan membawanya dariku
Saat itu pula lunglai menyerang persendianku
Menerabas kekuatan yang kukumpulkan untuk tetap bertahan dalam hubungan ini.

Setiap ia membawaku dalam rengkuhannya
Saat itu pula aku berharap Ia takkan melepaskannya lagi
Tetap melingkar di tubuhku dan melindungi aku dari sepi yang menggigit

Setiap ia mengecup dahiku
Saat itu pula aku memohon dalam hati agar waktu berhenti saat itu juga
Membiarkan kami membangun dunia sederhana kami.

Setiap saat matanya menatap aku di detik-detik terakhir pertemuan kami
Saat itu pula aku ingin melepas semuanya agar aku bisa pergi ke dunianya
Membawa serta harapan yang kusemai di setiap doa jelang tidurku

Setiap saat aku menatap punggungnya menjauh
Selalu ada suara hati yang menggangguku
Membisikkan ketakutan-ketakutan bahwa suatu hari Ia akan benar-benar pergi dan tak akan datang lagi...

Aku benci jarak yang memenggal dunia kami
Memaksa kami menguntai impi demi impi lewat dering telpon dan gelisah yang terbaca di setiap pesan singkat
Kerinduan yang bernyanyi lirih di setiap email
Kini hanya ada sepi di sudut hati...


Kini aku takkan bisa menatap punggungnya yang menjauh
Merasakan kecupannya di dahiku
Merasakan pelukannya menghangatkan aku
Melihat mata indahnya yang meneduhkanku

Ia hilang dalam awan...
Benar-banar hilang...
Selamanya




Rabu, 30 Juli 2008

being lonely..

Sometimes we hate people when they are so” pretentiously understand” about what we are getting in”
They dunno at all!!!
But sometimes we cannot keep away from outside world and keep hidi9ng in our nest..
in loneliness…
Arghhhh…

Tentang kesendirian...

Sulit untuk mengingkari bisik hati bahwa jauh di dalam sana ia mulai terusik
Aku pun terusik...
Ketenanganku terusik
Kesendirianku tersentil
Keegoanku mulai merasa tak nyaman...
Kepongahanku bahwa aku bisa menjalani semuanya dengan baik-baik saja mulai tersentak
Soulmate...
Kata itu terus berkecamuk di benakku
Serentetan pertanyaan terus memburuku
di alam ketenanganku sekalipun...
Aku tak lagi bisa terus menutup rapat telinga dan hatiku
Aku tak lagi bisa berpura-pura
Aku terusik
DAMN...
Part of me keep saying" I love this loneliness!!!
Another part keep screaming : No, you don't! Stop being hypocrite, 'Ma! Face the world now. U have been hiding for such a long time!!! C'mon, get out from your nest!!!

Selasa, 29 Juli 2008

Just though...

Aku belajar lagi...
Tentang hidup
Tentang kepercayaan
Tentang pengkhianatan
Tentang kemunafikan
Tentang kepura-puraan
Tentang menjaga lisan dan hati
Agar semuanya tetap Lillahi Ta’ala
Bahwa...
Selalu akan ada yang tertawa dan bersorak melihat kamu terjatuh
Merayakan pesta ketika kamu terpuruk...

Being Exist...

What is the point of being exist?
To keep surviving in the real battlefield of life?
Get the people to know you more?
Or just the another face of selfishness?
To know or to be known...
To me it does not make any sense...
The point is do your best as long as you can...

Ambo Dalle di penghujung usia...

Ambo Dalle menatap malam yang kelam. Di depannya, laut tampak tenang. Jam tua di ruang tamunya telah berdenting duapuluh kali limabelas menit yang lalu. Halawiah, istrinya duduk pula termenung di sampingnya, dengan sabar menunggu suaminya beranjak dari teras yang mulai dingin karena malam semakin menanjak.
Lihatlah perahu yang jauh di sana itu indona”
Halawiah mencoba mengikuti arah pandangan suaminya sambil tetap membiarkan kebisuan hadir di antara jeda ucapan suaminya.
Perahu itu seperti tak mampu lagi menantang angin, puppuni sumangena, seperti kita, menua tanpa anak-anak yang peduli…
Halawiah menatap mata suaminya, mata yang dulu penuh semangat itu memang tampak suram kini, penuh beban.
O ambo’na,janganki bilang begitu.Biarkanlah mereka menemukan sendiri jalannya. Toh mereka sudah besar. Mungkin Puang Alla taala belum membuka pintu hati mereka untuk kembali sama kita.
Sampai kapan indo’na?
Bukankah sudah lima kali lebaran haji kita lewati tanpa mereka?
Istrinya hanya diam. Hening berbahasa.

Lost...

I’ve been grabbed here...
Somewhere I had never imagined before...
Doing stuff I had never thought I would be...
An remote area, far from the touch.
Well...maybe I’m too hyperbolic!
Don’t ever imagine that I’m in a far away Island from Indonesia.
My existence still can be found in Indonesian territory.
I just want to make it sound complicated J
Make sense or something like that.
To tell you the truth, finding my self can survive here for months is something surprised me.
How could I survive for such long? while pieces of my heart keep asking
’DO I LOVE THIS JOB’?
Is it my choice or is it destiny that I create?
Is it my choice to be a civil servant who was placed somewhere I even couldn’t figure out what it would be like?
Sometimes I think that I want run away from here…
Leaving this job…
Back to my life like a years before.
Even after I had known that by being a civil servant, I can live in such a comfort retire zone, I still want to quit.
But, I just don’t get comfort with everything around me here
Moreover, it will never be easy as I reckon.
I’ve been thinking it over and over.
U might think that I’m such a person who prior a comfort above all...
But
Drift back to my life several years ago and recollect what I’ve been through,
I pondered my self a question:
‘HAD THE CHANGE BEEN TOO SUDDEN’?
Seems like I’m pacing an unknown road…
Seems like I’m having a sharp pain in my stomach from something that I myself don’t know what it is like…
Fear?
Doubt?
or what???
I don’t know what I fear about, doubt of what?
And unfortunately, the more I try to figure that things out, the more I feel clueless.
Or maybe one thing we should do is stop figuring out the things?
Just let it flow?
Many things shove me to be stuck here, and I have to deal with that.
Sometimes I call my self a kind of person who doesn’t know how to gratify for what I have now.
It is such a great bless in my life, though.
It’s worthy for my life somehow…
I got the clear view and realized that every single thing that God has been planned for me in my entire life is sure blessing in disguise
Maybe our brain is too tiny to understand all the God plan?