Jumat, 24 Oktober 2008

Perjalanan ini sudah kumulai, tanpamu.

Kita tak bisa selamanya hidup dalam kenangan. Walaupun kenangan itu tak mau pergi dari benak kita. Terus mencangkungi alam fikir seolah tak pernah membiarkan kita bernafas walau sehela.
Lalu...
Mungkin saja kita menjadi apatis, menjadi beku dan tak peka lagi. Pada sesiapa di sekitar kita, bahkan mereka yang dengan tulus bersedia menjadikan kita segalanya bagi mereka.
Mereka yang bersedia memberikan dunia. Mereka yang datang membawa kasih tanpa pamrih. Mereka yang datang membawa penawar luka sesejuk embun.

Tapi...
Tetap saja kita tak mampu membiarkannya memasuki dunia kita. Kita lebih suka terus terkungkung dalam luka dan terus terpuruk dalam larung tak berdasar.
Bahkan dengan suka rela terjun bebas ke dalam jurang.

Bodoh!
Itu yang orang katakan, tidak hanya mereka, hati nurani dan akalku pun sebenarnya terus berteriak memberitahu aku yang sudah kadung bebal ini.Berkali-kali menyuruhku untuk menghentikan semua ini. Menyuruhku melupakanmu. Berhenti berharap, berhenti bermimpi, dan mulai melanjutkan hidup. Tapi, itu semua terlalu mudah untuk diucapkan, padahal untuk melakukannya seperti harus berlari mengelilingi dunia ini dalam satu hari. Begitu sulit. Dan memang tidak mungkin. Sulit melawan ego yang selalu bertolak belakang dengan akal. Sulit untuk menerima kenyataan. Entahlah. Aku lelah bertanya. Lelah mencari jawab pada apa yang Tuhan rencanakan untukku. Terkadang aku marah pada-Nya. Tapi cepat-cepat aku bersujud menyadari ketakaburanku akan nikmat-Nya. Ah, cinta memang terlalu sering menjadikan kita kufur nikmat!
Tapi...
Bagaimanapun beratnya, suatu saat kita harus bangkit. Kita tak sebaiknya menuruti apa kata ego dan membiarkan diri kita terpuruk terus-menerus.Terus membiarkan hati menangis untuk seseorang yang sangat tidak pantas kita tangisi.
Ada saatnya kita harus mulai bermimpi lagi.
Mulai beranjak memasuki dunia baru.
Mulai melangkah lagi.
Mulai menata hati lagi... mungkin untuk dilukai untuk kesekian kalinya.

Keep loving and die trying....


Cheers,

DrMR

Minggu, 19 Oktober 2008

Cintamu dalam Heningku

Aku tersesat ketika kau datang dengan sayap putihmu
Mengajakku mengikutimu ke negeri atas awan
bermil-mil jauhnya di selatan cakrawala jingga
makin mengawang dan tiada menjejak bumi
Ketaksadaranku semakin menyata
Bias pesona yang kau pancarkan tuntaskan dahaga pencarianku
aura kasih mengonsolasi ragaku
Memapahku ke tilikan mula perjalananku dan dimana keberakhiran yang kutuju
Seolah aku dan dirimu menyatu dalam kenirkalaan
Lampaui lapis cinta yang paling hakiki

Lalu ketika aku menoleh ke bawah sana
Kastilku kini tak berbentuk,
Poraknya menikam batinku
Berganti dengan undakan tanah gersang dan celah-celah kerontang
Tamanku ditumbuhi ilalang liar
Tiada lagi cericit sekawanan pipit
Hanya reratap menyayat hati bergema ke seluruh penjuru
Menyebar suram dan gelap menyesatkan
Menghembus pilu asa tiada tergapai
Mengeropos sendi-sendi pertahananku
Sementara sumber airnya telah tersumbat hasrat absurd

Kulihat mereka masih terus meracau
lampiaskan ambisi hedonistik yang tiada akhir dan tiada puas
bercengkrama dengan mimpi-mimpi surgawi yang menghipnotis
Kefanaan terlalu memabukkan memang
Menggembosi jiwa yang sudah kosong
Menguras benak yang telah dangkal
Namun aku tlah melepaskan temali keterikatanku
Bercerai dari ketakutanku sendiri
Diam dalam heningku.
Hanyut dalam pengelaanan yang tak berakhir.


Kota Pasir, 16 Ramadhan 1428 H


Picture Source at: theonzero.blogspot.com

Jumat, 17 Oktober 2008

Apa Tuhan juga punya program “Sunset Policy”?

Turut Bersukacita
Telah meninggal dunia dengan wajah sumringah sambil memegang cek sebesar 500 juta
rupiah, anak, kakak, adik, om(huh, om?) selingkuhan, kami yang tercinta
Samuel Mulia (46 tahun kurang tiga bulan)
Pada: Jumat di sebuah gedung perkantoran
Pukul: 11. 32 WIB
Jenazah tak akan disemayamkan dan tak akan dimakamkan segera karena memalukan keluarga. Mau datang kek, enggak datang kek, tak jadi masalah. Kami tidak menerima sumbangan apa pun, karena almarhum sudah memegang cek sebesar 500 juta.


Kami yang berdukacita: Turut bersukacita:
(kosong tak ada nama) (sejuta nama yang tak bisa kami sebutkan satu persatu)




Nukilan di atas adalah obituari Samuel Mulia di Kompas Minggu 12 Oktober kemarin, yang dia bayangkan akan berbunyi seperti itu ketika ia meninggal kelak. Satu-satunya obituari yang tak urung membuat saya terseyum. Ya, seperti hari minggu-minggu sebelumnya, saya asyik menikmati Harian Kompas. Walaupun harus menanti sampai pukul sepuluh pagi karena loper baru mengantar pada jam segitu (alasan jarak ). Seperti biasa saya langsung cari rubrik Parodi punya Samuel Mulia, satu rubrik yang paling saya suka di Kompas Minggu. Well..well intronya cukup kali yaa;p

Judul tulisan Samuel Mulia lagi-lagi (seperti biasa) kembali membuat saya terhenyak. Judul parodinya kali ini adalah ”Meninggal”. Dia bercerita tentang suami temannya yang mati mendadak. Ia pun tercenung, bagaimana kalau dia tiba-tiba juga meninggal mendadak?Di tulisan itu dia juga menyinggung masalah pencairan cek oleh para wakil rakyat, juga tulisan tentang sebuah perusahaan besar yang mengemplang pajak hingga triliunan rupiah, dan liputan investigasi pembunuhan seorang pembongkar bisnis barang-barang peninggalan kuno bernilai tinggi yang menyebabkan nyawanya melayang di suatu dini hari (Arkeolog Lambang Babar Purnomo.red).
Samuel Mulia membayangkan dialah yang menerima cek, mengemplang pajak, menjadi pembunuh, dan meninggal mendadak, apakah kira-kira yang akan dia jawab ketika Tuhan meminta pertanggungjawaban soal apa saja yang dia lakukan? Kalau di DUNIA, Dia tentu bisa mencari sejuta alasan, berbelit ke sana kemari bahkan mencari pengacara terbaik di negeri ini. Dia bisa melakukan penyuapan, atau menggunakan jaringan pertemanan yang dibangun sejak lama dengan nama-nama kondang ataupun tak kondang, namun memiliki pengaruh luar biasa. Tapi apa itu bisa terjadi di pengadilan negeri AKHIRAT?
Simak nukilan paragrap tulisan Samuel Mulia berikut:
”Siang itu, sepulang melayat, saya ketakutan. Takut kalau hari itu mendadak dipanggil pulang untuk diadili. Mengapa takut? Saya belum siap. Itu perkataan yang sudah bertahun lamanya saya ucapkan dengan ringan. Saya tak pernah siap, tepatnya saya tak pernah mau berusaha untuk siap. Saya lebih asyik menikmati keduniawian yang tidak benar itu dan berpikir Tuhan itu mahapengasih lagi mahapengampun. Jadi saya pikir, Tuhan juga punya program sunset policy”
(Samuel Mulia, Kompas, Minggu 12 Oktober 2008, halaman 19)

(Membaca kata ”sunset policy” yang saya tahu program dirjen Pajak dari iklan di televisi, saya buru-buru mengirim pesan singkat kepada teman yang kebetulan bekerja di kantor pajak dan bertanya apa sih sunset policy itu? Dia menjawab kalau sunsent policy itu adalah pengampunan sanksi pada WP(Wajib Pajak) sehingga pajaknya tidak diaudit oleh pemeriksa pajak).

Saya lalu berpikir apa para koruptor, wakil rakyat yang tidak bertanggung jawab, istri/ suami yang mengabaikan amanah perkawinan alias selingkuh, penyelundup benda-benda bersejarah, pembunuh bayaran, dll juga punya pikiran sama seperti pikiran Samuel Mulia? Maksud saya, apakah mereka pernah berpikir bagaimana kalau mereka tiba-tiba meninggal mendadak?apakah mereka telah siap? Dan apakah saya juga siap?Siap menghadapi pengadilan Tuhan yang maha adil? Siap ketika mulut saya dikunci dan tidak bisa memberikan pembelaan apa-apa mengenai apa yang saya lakukan?

Apa Tuhan juga punya program “Sunset Policy”? (DrMR)



Apa Tuhan juga punya program “Sunset Policy”?

Turut Bersukacita
Telah meninggal dunia dengan wajah sumringah sambil memegang cek sebesar 500 juta
rupiah, anak, kakak, adik, om(huh, om?) selingkuhan, kami yang tercinta
Samuel Mulia (46 tahun kurang tiga bulan)
Pada: Jumat di sebuah gedung perkantoran
Pukul: 11. 32 WIB
Jenazah tak akan disemayamkan dan tak akan dimakamkan segera karena memalukan keluarga. Mau datang kek, enggak datang kek, tak jadi masalah. Kami tidak menerima sumbangan apa pun, karena almarhum sudah memegang cek sebesar 500 juta.

Kami yang berdukacita: Turut bersukacita:
(kosong tak ada nama) (sejuta nama yang
tak bisa kami
sebutkan satu
persatu)


Nukilan di atas adalah obituari Samuel Mulia di Kompas Minggu 12 Oktober kemarin, yang dia bayangkan akan berbunyi seperti itu ketika ia meninggal kelak. Satu-satunya obituari yang tak urung membuat saya terseyum. Ya, seperti biasanya hari minggu-minggu sebelumnya, saya asyik menikmati Harian Kompas. Walaupun harus menanti sampai pukul sepuluh pagi karena loper baru mengantar pada jam segitu (alasan jarak). Seperti biasa saya langsung cari rubrik Parodi punya Samuel Mulia, satu rubrik yag paling saya suka di Kompas Minggu. Well..well intronya cukup kali yaa;p

Judul tulisan Samuel Mulia (seperti biasa lagi) kembali membuat saya terhenyak. Judul parodinya kali ini adalah ”Meninggal”. Dia bercerita tentang suami temannya yang mati mendadak. Ia pun tercenung, bagaimana kalau dia tiba-tiba juga meninggal mendadak?Di tulisan itu dia juga menyinggung masalah pencairan cek oleh para wakil rakyat, juga tulisan tentang sebuah perusahaan besar yang mengemplang pajak hingga triliunan rupiah, dan liputan investigasi pembunuhan seorang pembongkar bisnis barang-barang peninggalan kuno bernilai tinggi yang menyebabkan nyawanya melayang di suatu dini hari (Arkeolog Lambang Babar Purnomo.red).
Samuel Mulia membayangkan dialah yang menerima cek, mengemplang pajak, menjadi pembunuh, dan meninggal mendadak, apakah kira-kira yang akan dia jawab ketika Tuha memimnta pertanggungjawaban soal apa saja yang dia lakukan? Kalau di DUNIA, Dia tentu bisa mencari sejuta alasan, berbelit ke sana kemari bahkan mencari pengacara terbaik di negeri ini. Dia bisa melakukan penyuapan, atau menggunakan jaringan pertemamanan yang dibangun sejak lama dengan nama-nama kondang ataupu tak kondang, namun memiliki pengaruh luar biasa. Tapi apa itu bisa terjadi di pengadilan negeri AKHIRAT?
Simak nukilan paragrap tulisan Samuel Mulia berikut:
”Siang itu, sepulang melayat, dia ketakutan. Takut kalau hari itu mendadak dipanggil pulang untuk diadili. Mengapa takut? Saya belum siap. Itu perkataan yang sudah bertahun lamanya saya ucapkan dengan ringan. Saya tak pernah siap, tepatnya saya tak pernah mau berusaha untuk siap. Saya lebih asyik menikmati keduniawian yang tidak benar itu dan berpikir Tuhan itu mahapengasih lagi mahapengampun. Jadi saya pikir, Tuhan juga punya program sunset policy”
(Samuel Mulia, Kompas, Minggu 12 Oktober 2008, halaman 19)

(Membaca kata ”sunset policy” yang saya tahu program dirjen Pajak dari iklan di televisi, saya buru-buru mengirim pesan singkat kepada teman yang kebetulan bekerja di kantor pajak dan bertanya apa sih sunset policy itu? Dia menjawab kalau sunsent policy itu adalah pengampunan sanksi pada WP(Wajib Pajak) sehingga pajaknya tidak diaudit oleh pemeriksa pajak)

Saya lalu berpikir apa para koruptor, wakil rakyat yang tidak bertanggung jawab, istri/ suami yang mengabaikan amanah perkawinan alias selingkuh, penyelundup benda-benda bersejarah, pembunuh bayaran, dll juga punya pikiran sama seperti pikiran Samuel Mulia? Maksud saya, apakah mereka pernah berpikir bagaimana kalau mereka tiba-tiba meninggal mendadak?apakah mereka telah siap? Dan apakah saya juga siap?Siap menghadapi pengadilan Tuhan yang maha adil? Siap ketika mulut saya dikunci dan tidak bisa memberikan pembelaan apa-apa mengenai apa yang saya lakukan?

Apa Tuhan juga punya program “Sunset Policy”? (DrMR)



Rabu, 08 Oktober 2008

Ini Cinta Ini Bodoh

Well, sebenarnya males banget bahas topik yang satu ini. Entahlah mungkin karena dah kadung mati rasa, muak, mual dengan segala hal yang berbau cinta...apalagi cinta antara dua orang. seperti yang selalu diagung-agungkan oleh sinetron dan dunia perfilman kita hampir di semua stasiun televisi akhir-akhir ini. Seolah hidup ini hanya cinta dan cinta saja.Cape deehhhh...
Bukan karena baru patah hati saya menjadi apatis seperti ini, bukan pula karena hati terlanjur beku (halah). Tapi saya hanya tak habis pikir. Mengapa begitu banyak orang yang harus menjadi orang bodoh karena satu hal ini (saya termasuk salah satunya ).Bahkan sampai muncul tagline" kala jatuh cinta orang melakukan begitu banyak kebodohan". Memang, logika tak akan pernah bertemu kata sepakat dengan hati ketika virus merah jambu ini menyerang syaraf.
Tapi sudahlah. Saya bukannya mau berpanjang lebar menguraikan tentang cinta, karena saya tahu pasti, cinta bukan benda asing lagi,sobat MP pasti dah paham banget.
So, kenapa cinta dan cinta lagi?
Begini ceritanya..
Kemarin waktu di Makassar, saya ketemu seseorang. Orangnya baik banget. Kita langsung klop gitu deh. Trus dia ngajak saya jalan-jalan ke Losari (dan sialnya HP saya lowbat, so ga bisa foto-foto sightseeing Losari kala senja , padahal besoknya sudah harus balik ke Palangkaraya).
Singkat cerita dia curhat masalah mantan pacarnya yang baru merit, orang yang membuat dia menginjakkan kaki dan kuliah di Makassar.Dari ceritanya saya jadi tahu bahwa ketika seorang pria terlanjur sayang pada seseorang, akan susah baginya untuk melepaskan orang yang disayanginya itu.
Ingatan saya lalu melayang ketika drama seri Taiwan "Meteor Garden" dan F4 lagi booming , ingat pada tokoh yang diperankan oleh Jerry Yan, seorang laki-laki yang begitu sayang pada kekasihnya di tengah-tengah sifatnya yang kasar dan tak terkendali.

Keyakinan saya itu ditambah lagi dengan banyak cerita teman-teman jauh-jauh hari sebelumnya. Begitu banyak di antara mereka yang susah menerima kenyataan ketika harus dikhianati dan ditinggalkan oleh wanita. Padahal selama ini, saya selalu mengklaim pria sebagai mahluk yang tak berperasaan, sering menyakiti wanita,selingkuh seenaknya, suka main hati, bla..blaa serta begitu banyak gelar negatif lainnya.(Meskipun banyak juga wanita berperilaku tak kalah nyeleneh).

Ternyata, mereka cukup susah bangkit lagi ketika patah hati (maaf bagi yang tidak setuju).
Dan salah satu bentuk pelarian menurut saya , ya dengan memacari banyak perempuan.

Selama ini, saya berpikir, perempuan begitu lemah, selalu bisa dibodohi oleh cinta. Lalu ketika patah hati merasa terpuruk dan tak berharga.
Tapi ternyata, rata-rata perempuan lebih cepat pulihnya ketika patah hati ketimbang laki-laki.(survey kecil-kecilan di lingkungan sekitar )
Mereka lebih cepat move on dan mulai melangkah lagi.Tapi pria butuh waktu bertahun-tahun untuk sembuh, benar-benar move on dan bisa membuka hati lagi.Fiuhh.

Terkadang saya berfikir dunia ini timpang. Berat sebelah.
Betapa tidak, Di satu sisi ada seseorang yang begitu setianya pada kekasihnya, tapi kemudian dikhianati
di sisi lain ada orang yang begitu mudahnya mendua tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Mengapa kita jadi bodoh karena cinta?
Sudahlah, saya hanya meracau saja.(Dr.MR)


Selasa, 07 Oktober 2008

Kontemplasi akhir ramadhan

Kontemplasi dimulai…
Ketika asma Allah diserukan dari segala penjuru
Kembali terpekur
Tersadar dari segala asa yang dirajut detik ke detik
Bahwa semua akan berakhir di suatu saat
Paradigma keduniawian tak lagi mampu menawarkan kesenangan
Ketakutan akan bekal yang tak cukup mulai membayangi setiap langkah yang terseret satu demi satu….
Akan kemana wahai kau anak manusia
Tertatih menjalani suratan
Dengan tanya yang terus bergemuruh tiada henti
Kenapa dan bagaimana…
Satu ramadhan pergi lagi
Membawa amalan umat yang tak pernah letih mengagungkan Rabb-nya
Mereka dengan tilawah kalam ilahi
Mereka dengan tunduk sujud di malam buta
Mereka dengan tengadah doa menghiba ampunan…
Ruh keilahian yang tertanam kuat telah menuntun mereka menggapai hidayah …


Bumi Arung Palakka, Rabu 1 Oktober 2008, 00.44 PM