Kita tak bisa selamanya hidup dalam kenangan. Walaupun kenangan itu tak mau pergi dari benak kita. Terus mencangkungi alam fikir seolah tak pernah membiarkan kita bernafas walau sehela.
Lalu...
Mungkin saja kita menjadi apatis, menjadi beku dan tak peka lagi. Pada sesiapa di sekitar kita, bahkan mereka yang dengan tulus bersedia menjadikan kita segalanya bagi mereka.
Mereka yang bersedia memberikan dunia. Mereka yang datang membawa kasih tanpa pamrih. Mereka yang datang membawa penawar luka sesejuk embun.
Tapi...
Tetap saja kita tak mampu membiarkannya memasuki dunia kita. Kita lebih suka terus terkungkung dalam luka dan terus terpuruk dalam larung tak berdasar.
Bahkan dengan suka rela terjun bebas ke dalam jurang.
Bodoh!
Itu yang orang katakan, tidak hanya mereka, hati nurani dan akalku pun sebenarnya terus berteriak memberitahu aku yang sudah kadung bebal ini.Berkali-kali menyuruhku untuk menghentikan semua ini. Menyuruhku melupakanmu. Berhenti berharap, berhenti bermimpi, dan mulai melanjutkan hidup. Tapi, itu semua terlalu mudah untuk diucapkan, padahal untuk melakukannya seperti harus berlari mengelilingi dunia ini dalam satu hari. Begitu sulit. Dan memang tidak mungkin. Sulit melawan ego yang selalu bertolak belakang dengan akal. Sulit untuk menerima kenyataan. Entahlah. Aku lelah bertanya. Lelah mencari jawab pada apa yang Tuhan rencanakan untukku. Terkadang aku marah pada-Nya. Tapi cepat-cepat aku bersujud menyadari ketakaburanku akan nikmat-Nya. Ah, cinta memang terlalu sering menjadikan kita kufur nikmat!
Tapi...
Bagaimanapun beratnya, suatu saat kita harus bangkit. Kita tak sebaiknya menuruti apa kata ego dan membiarkan diri kita terpuruk terus-menerus.Terus membiarkan hati menangis untuk seseorang yang sangat tidak pantas kita tangisi.
Ada saatnya kita harus mulai bermimpi lagi.
Mulai beranjak memasuki dunia baru.
Mulai melangkah lagi.
Mulai menata hati lagi... mungkin untuk dilukai untuk kesekian kalinya.
Keep loving and die trying....
Cheers,
DrMR
Lalu...
Mungkin saja kita menjadi apatis, menjadi beku dan tak peka lagi. Pada sesiapa di sekitar kita, bahkan mereka yang dengan tulus bersedia menjadikan kita segalanya bagi mereka.
Mereka yang bersedia memberikan dunia. Mereka yang datang membawa kasih tanpa pamrih. Mereka yang datang membawa penawar luka sesejuk embun.
Tapi...
Tetap saja kita tak mampu membiarkannya memasuki dunia kita. Kita lebih suka terus terkungkung dalam luka dan terus terpuruk dalam larung tak berdasar.
Bahkan dengan suka rela terjun bebas ke dalam jurang.
Bodoh!
Itu yang orang katakan, tidak hanya mereka, hati nurani dan akalku pun sebenarnya terus berteriak memberitahu aku yang sudah kadung bebal ini.Berkali-kali menyuruhku untuk menghentikan semua ini. Menyuruhku melupakanmu. Berhenti berharap, berhenti bermimpi, dan mulai melanjutkan hidup. Tapi, itu semua terlalu mudah untuk diucapkan, padahal untuk melakukannya seperti harus berlari mengelilingi dunia ini dalam satu hari. Begitu sulit. Dan memang tidak mungkin. Sulit melawan ego yang selalu bertolak belakang dengan akal. Sulit untuk menerima kenyataan. Entahlah. Aku lelah bertanya. Lelah mencari jawab pada apa yang Tuhan rencanakan untukku. Terkadang aku marah pada-Nya. Tapi cepat-cepat aku bersujud menyadari ketakaburanku akan nikmat-Nya. Ah, cinta memang terlalu sering menjadikan kita kufur nikmat!
Tapi...
Bagaimanapun beratnya, suatu saat kita harus bangkit. Kita tak sebaiknya menuruti apa kata ego dan membiarkan diri kita terpuruk terus-menerus.Terus membiarkan hati menangis untuk seseorang yang sangat tidak pantas kita tangisi.
Ada saatnya kita harus mulai bermimpi lagi.
Mulai beranjak memasuki dunia baru.
Mulai melangkah lagi.
Mulai menata hati lagi... mungkin untuk dilukai untuk kesekian kalinya.
Keep loving and die trying....
Cheers,
DrMR