Rabu, 04 Januari 2017

Critical Eleven: Berdamai dengan Kehilangan

Judul Buku : Critical Eleven Penulis : Ika Natassa Editor : Rosi L Simamora Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Cetakan pertama : Juli 2015 Tebal : 344 halaman, paperback ISBN : 978-602-031892-9
Berdamai dengan kehilangan, itu moral of the story yang paling kuat menurut saya, yang saya temukan saat membaca novel ini. Hal yang tidak pernah mudah bagi siapapun. Tidak ada buku petunjuk patennya. Sebanyak apapun buku atau teori yang membahas tentang itu. Tidak pernah mudah, sekalipun kau telah mengalaminya berkali-kali. Recommended book, tidak hanya untuk a cup of afternoon tea, tapi buat mereka yang sedang dalam tahap berduka (referensi tentang how to deal with grief itu keren banget. Dikisahkan, Anya-Tanya Laetitia Baskoro, seorang yang perempuan yang sudah pesismistis akan adanya sosok laki-laki baik, bertemu dengan Ale-Aldebaran Risdjad di pesawat dalam penerbangannya menuju Sidney. Mereka sama-sama terpikat dalam sebelas menit pertama pertemuan mereka, sebelas menit pertama yang juga kiritis dalam teori penerbangan karena konon, banyak kecelakaan pesawat yang terjadi di menit-menit ini. Karena telah sama-sama yakin, mereka akhirnya memutuskan menikah. Namun sayang, anak yang sangat mereka idam-idamkan meninggal di dalam kandungan. Hal yang menyebabkan timbulnya ketegangan dan masalah di antara Ale dan Anya. Yang menarik dari novel Ika yang satu ini adalah alih karakter/sudut pandang Ale-Anya yang silih berganti sepanjang alur cerita. Bagaimana pengalihan itu terkait satu sama lain antara cerita versi Ale dan versi Anya, pendapat Ale dan Anya tentang satu sama lain, teknik bercerita yang tidak mudah menurut saya. Begitu juga dengan adegan-adegan ketika Anya atau Ale sedang berada dalam satu ruangan yang sama, seringnya di dapur mereka, ketika mereka harus menyapa satu sama lain karena begitulah normalnya pasangan yang masih menikah-juga kekecewaan demi kekecewaan yang mereka rasakan terhadap pasangannya. Lalu, seperti menyaksikan sendiri kehidupan rumah tangga Ale-Anya, saya yakin, Ika melakukan penelitian yang luar biasa tentang pernikahan-mengingat Ika sendiri katanya belum pernah menikah. Melalui novel terbarunya ini, Ika tampaknya menegaskan bahwa ia adalah salah satu dari penulis perempuan Indonesia yang patut diperhitungkan. Terbaca upaya penulis dalam mewujudkan novel ini di bagian acknowledgement, bahwa betapa setelah berkali- kali menerbitkan novel larispun, ia sempat mengalami stuck. Bagaimana ia mewawancarai sumber inspirasi karakternya, juga dengan informasi-informasi buku yang dibaca oleh tokoh Anya dalam novel ini-menunjukkan beginilah harusnya susah payah seorang penulis. Tidak sekadar berimajinasi, membayangkan plot cerita, plus mengandalkan mesin pencari untuk menambah latar tempat di karyanya, tetapi juga melakukan penelitian yang mendalam demi kedalaman karakter setiap tokohnya dan detail tempat-tempat yang ia gunakan. Kelebihan ini, menurut saya ya, yang membuat novel-novel Ika digemari dan layak dinanti. Ika selalu berhasil mengajak serta emosi pembaca melalui karakter-karakter yang ia ciptakan. Seperti tokoh Anya dan Ale di novel ini, emosi keduanya terasa nyata sehingga mudah melibatkan simpati pembaca terhadap masalah rumah tangga yang mereka alami. Saya suka cara Ika menggambarkan melalui Anya, bahwa masalah pernikahan tidak bisa diselesaikan dengan kabur misalnya, juga dengan mendiamkan pasangan (setidaknya ketika ditanya pasangan, menjawab, meski pendek dan datar), karena memang laki-laki itu mahluk yang rada clueless, hehehe. Mereka bukan peramal yang bisa dengan mudah menebak perasaan perempuan, meskipun perempuan itu sudah ia kenal bertahun - tahun lamanya. Mereka tetap perlu diberitahu bahwa kita, perempuan memerlukan waktu berpikir atau apalah namanya, sedang tidak mood atau sedang ingin sendiri. Kekurangan novel ini terletak pada karakter beberapa tokohnya yang telalu too good to be true. Tokoh Ale misalnya, tampan, tidak merokok, bergaji mapan, plus luar biasa sabar menghadapi istrinya-rajin shalat pula. Tapi ini tampaknya ingin ditampik melalui apa yang dikatakan Anya ke Agnes dan Tara, kalau berdoa (minta jodoh ke Tuhan), harus sedetail-detailnya, biar dikasih yang sama persis, hahahaha. Empat bindnag dari lima bintang, bolehlah untuk novel ini. Mengetahui novel ini akan diadaptasi ke layar lebar, saya sangat berharap bahwa nantinya, film Critical Eleven ini akan berbeda dari film-film hasil adaptasi novel sebelumnya--berbeda dari segi kualitas naskah, kekuatan cerita versi layar lebar, setting, dan terutama kualitas pemeran tokoh-tokohnya. Saya juga berharap, hadirnya film Critical Eleven ini akan menjadi kebanggaan sekaligus perayaan pembaca novel di Indonesia. Saya membayangkan, tokoh Ale dan Anya dapatdivisualisasikan dengan baik oleh siapapun yang memerankannya. Jadi tidak sabar membayangkan bagaimana chemistry keduanya saat mengitari New York. Saya mau lanjut baca ulang (ketiga kalinya) lagi nih. Enjoy your day.

A Fresh Start

"There is a universal truth we all have to face, whether we want to or not, everything eventually ends. As much as I've looked forward to this day, I've always disliked endings. Last day of summer, the final chapter of a great book, parting ways with a close friend. But endings are inevitable, leaves fall, you close the book. You say goodbye. Today is one of those days for us. Today we say goodbye to everything that was familiar, everything that was comfortable. We're moving on. But just because we're leaving, and that hurts, there's some people who are so much a part of us, they'll be with us no matter what. They are our solid ground. Our North Star. And the small clear voices in our hearts that will be with us … always." Dari semua quotes film yang saya tonton,nukilan di atas adalah favorit saya. 12 kalimat yang diucapkan Alexis ini merangkum semua hal tentang kehidupan. Tentang menemukan diri sendiri dalam ketidakpastian, tentang melepaskan apa yang belum siap kita lepaskan, tentang memulai kembali. Blog ini adalah tentang saya memulai lagi. Belajar mendisiplinkan diri, terutama dalam menulis. Berharap dengan kembali menjadi seorang blogger, saya dapat menemukan ritme menulis saya. Berharap dengan kembali nge-blog saya dapat bertemu dengan orang-orang baru, yang dapat menginspirasi saya lagi untuk terus menulis. Bahkan nantinya bisa punya buku sendiri. Someday. Semoga semesta mengaminkan mimpi itu. Nama blog ini terinspirasi darisalah satu tulisan Desi Anwar di bukunya A Simple Life, dengan judul yang sama. Jujur saja, buku ini mengingatkan saya akan banyak hal. Untuk jeda sejenak. Menarik nafas. Mencermati sekitar. Tersenyum untuk hal hal kecil. Mensyukuri hidup. Hidup baru saya di mulai hari ini.

Selasa, 12 Februari 2013

Jualan via FB?

Lama tidak menulis. "..." Banyak yang ingin saya bagi.Masih tentang hidup.Masih tentang rasa dan masih tentang semua hal yang tidak kumengerti tapi kusyukuri.Dan...sekarang tentang TAGGING jualan ke wall facebook. Hari ini saya buka facebook setelah sekian lama tidak muncul.Ketika melihat ikon notifikasi yang banyak, saya langsung GR kalau banyak yang mencari saya ^_*. Tapi apa yang saya jumpai adalah FB saya telah berubah menjadi lapak. Dari jilbab, mainan anak, seprai, alat masak, lingerie, bla..bla..blah.Kebanyakan dari teman, keluarganya teman, temannya teman. Intinya, saya tidak nyaman.Bukannya saya tidak menghargai cara orang mencari rezeki, tapi segala sesuatunya ada batas. Etis tidak etis misalnya. Bukankah sekarang sudah banyak layanan toko online gratis? Mudah dan lebih praktis dari facebook malah. Jualan lewat media jejaring sosial memang GAMPANG, tapi GANGGU.

Rabu, 14 Oktober 2009

Tentang Persimpangan

Pada suatu hari berhujan, kita bertemu di sebuah persimpangan. Kita saling menyapa, lalu sudah itu berlalu tanpa pernah menoleh lagi. Tahukah kamu? Saat itu aku berbalik lagi. Memandangi punggungmu yang menjauh. Begitu besar inginku untuk memanggil namamu, memintamu sejenak saja mengajariku mengenal arah mata angin. Tapi bahasaku hanya rasa yang menguap di udara. Aku hanya mendengar suaraku sendiri yang tiba-tiba tercekat di kerongkongan.
Tentu saja kau terus berjalan, tanpa pernah menoleh lagi.
Lalu, pada suatu fajar di mana embun-embun mulai menyapa dedaunan sehabis hujan,titian waktu kembali mempertemukan kita di persimpangan lain. Mimik mukamu jelas terbaca. Mencoba mereka-reka siapa aku...
Tapi, tiba-tiba kau menyapaku dan saat itu juga aku tidak ingin menyalahkan waktu lagi, juga jarak yang tak pernah berpihak. Bahkan aku tidak peduli lagi bila dunia berkonspirasi menyeret aku menjauhimu. Aku hanya ingin tetap di sini, bersamamu...

Mungkin hidup adalah tentang menemukan...
dan aku menemukan 'diriku'
di persimpangan ini...

Apa itu alasan seseorang memutuskan untuk bersama seseorang yang lain?

Senin, 12 Oktober 2009

Tentang ketidakpastian

Ada satu masa dalam hidup ketika kau tiba di suatu titik yang jengah
Kau begitu ingin berhenti di situ, menyudahi semuanya
Kau seperti ingin berteriak saja karena tak juga menemukan jawab dari semuanya
Kau ingin berlari sejauh mungkin
Ketika kau melihat semua persimpangan yang kau temui semakin membingungkan
Ketika sengkarut itu makin menyata di hadapanmu
Saat kau begitu dikejar ketakutan yang samar


27 Tahun berlalu
Aku sering tidak sadar kalau perjalananku sudah sejauh ini

Pernah aku begitu membenci seseorang
Pernah aku begitu membenci diriku sendiri

Menyesali semua yang terjadi
Merutuk apa yang kudapat

Tapi aku juga ingat

Aku pernah begitu mencintai hidup
Aku pernah begitu bahagia

Begitu banyak kekecewaan, begitu banyak kebahagiaan
Mungkin apa yang membuatku payah adalah karena aku sering menolak takdirku

Sering aku marah pada Tuhan yang membiarkan semua ini terjadi, tapi dalam sedetik ada suara dari hati kecilku yang memaksaku melafadz syukur karena Dia mengizinkan semua itu terjadi

Aku sendiri yang membuat sengkarut itu semakin rumit
Aku tahu harus bagaimana tapi tak juga melakukan apa-apa

Kehampaan ini
Kekosongan ini

Tak jarang juga mendapati diri asing di tanah asing

Tapi, tiga tahun terakhir ini betul betul membuatku menjadi sosok yang baru
Aku mulai belajar menghikmati setiap detik, menit, jam dan perputaran waktu dalam setiap hela nafas

Kadang ketika aku berangkat ke kantor, aku merasakan hidup begitu bersemangat,
tapi ketika mengingat pulang, aku seperti tiba-tiba tak bertenaga
Aku bukanlah manusia yang senang keramaian
Aku bahkan begitu mencintai kesendirian.
Tapi tak urung juga ketika pulang ke rumah,terkadang kesendirian itu justru berbalik menjadi bumerang


Tak ada sesiapa
Senyap...
Suara TV yang kunyalakan setiba di rumah, dengan -berita yang membosankan-gosip selebritas tak penting namun menjadi penting karena banyak yang menontonnya-plus iklan-iklan maksa-seperti sudah menjadi musik latar kelelahan yang tak lagi kupedulikan

Awalnya begitu menyiksa
Tapi, aku begitu terkejut ketika menemukan, toh tidak seburuk itu juga
Aku mencoba melihat sisi terangnya. Semua pencapaian yang kuraih, luka yang keperoleh setiap kali aku habis terjatuh,semua membawa aku ke titik di mana aku berpijak sekarang
Lalu,aku melihat diriku lagi
Mencoba menatap hidup yang pongah dengan kepala tegak
Ternyata ada satu hal sederhana yang bisa kulakukan dengan mudah

BERSYUKUR

Entah bagaimana akhirnya nanti, aku tidak ingin berhenti di titik ini, aku akan melangkah, walaupun jalan yang akan kulewati tampak begitu menakutkan dan penuh ketidakpastian
Karena tidak ada yang pasti dalam hidup ini kecuali suatu saat kehidupan ini akan berakhir
dan benar kata orang-orang itu, satu-satunya cara mengatasi KETAKUTAN itu adalah dengan MENGHADAPINYA


P.S. Untuk para sahabat yang selalu ada di saat aku jatuh...Terima kasih...
P.P.S. Untuk A.F.G, perjalanan ini sudah kumulai lagi. Tanpamu.

pic.source:google

Rabu, 22 Juli 2009

Terkadang Pilihan yang Terbaik adalah Menerima

Aku menyaksikan Ayah menitikkan mata hari ini. Kali kedua aku lihat. Entah karena apa. Tidak seperti biasanya. Aku mencoba mengabaikan. Mencoba tidak melihat pada tubuhnya yang semakin ringkih oleh usia dan tempaan hidup yang berat. Mencoba tersenyum. Meyakinkannya bahwa aku akan baik-baik saja. Lalu mengalihkan pandangan ke wajah ibu demi mencari kekuatan agar aku bisa pergi dengan tenang.Tapi aku tak berhasil. Di wajah itu aku malah sorot mata yang memancarkan kesedihan yang lebih dalam.Ayah, Ibu, maafkan aku.

Tuhan, aku benci saat-saat ini.
Saat-saat aku harus kembali ke dunia di mana aku terus meyakinkan diri sendiri bahwa itulah tempat yang telah aku pilih sejak awal. Dengan segala asa, konsekwensi, komitmen, juga hal-hal yang awalnya enggan kulepaskan. Cinta, sahabat, semua yang kuakrabi dalam jalinan waktu yang panjang dan menyepuhkan kenangan manis-pahit silih berganti.

Waktu begitu cepat berlalu dalam genggaman.
Dan aku kembali menemukan varian rasa berkecamuk dan melebur menjadi satu dalam hati dan benakku. Entahlah. Aku semakin tak mengerti hidup. Semakin aku bertanya, sengkarut itu semakin melilitku. Menggiring aku ke dalam pusaran takdir yang kupilih dengan sadar. Mungkin aku harus berhenti bertanya dan mulai menghikmatinya lagi. Mengingat pada waktu ke depan yang pernah menjanjiku hadiah tak ternilai untuk orang-orang yang kukasihi.

Syukur tiada henti. Harapan tiada putus. Selalu berlomba satu sama lain mengukir kuantitasnya dalam munajah di tiap sepertiga malam.

Mungkin hidup memang harus dijalani tanpa pertanyaan agar semuanya bisa terlalui dengan ikhlas. Supaya tiada kebingungan menderai setiap langkah yang kita tempuh dengan harap-harap cemas.

Tapi bukankah kebingungan-kebingungan yang justru akan mempertemukan kita pada makna kehidupan itu sendiri?

Bukankah pertanyaan-pertanyaan itu pula yang mengantarkan kita pada keberakhiran seperti apa yang kita inginkan nantinya?

Pada telaga eksistensi dan aktualisasi penghambaan pada sang Penjawab Pertanyaan yang selalu Maha Adil dalam membuat skenario kehidupan bagi masing-masing umatnya?

Mungkin semua tanya itu ada untuk membuat kita belajar bahwa hidup akan selalu diliputi kabut tak teraba yang takkan mampu kita tembus selain oleh Sang Pemberi roh kehidupan itu sendiri.

Segala tawa suka- air mata duka. Semua hanyalah pemanis.
Segala Bahagia-Kecewa. Semua hanyalah penceria.

Sungguh dibutuhkan kebesaran jiwa dan kebijakan hati yang luar biasa.
Sesuatu yang hampir mustahil selalu dimiliki jika dihadapkan pada berbagai pilihan hidup yang tak pernah mudah dengan ego-ego duniawi dan mimpi-mimpi surgawi di dalamnya. Walaupun pada kenyataannya, mau susah atau senang tinggal pilih saja. Toh syarat dan ketentuan telah tertulis dengan jelas.

Dan terkadang pilihan terbaik adalah menerima. Dan aku akan melihat kemana pilihan ini akan membawaku.

Di sinilah aku.
Kembali menaiki kereta takdirku. Mencoba tidak berpaling ke belakang. Bagaimanapun, sepahit dan seberliku apapun jalannya. Jika ini demi mereka, akan kulakukan. Dan lagi-lagi aku mencoba meyakinkan diri. Bahwa selalu ada hal yang harus kita lepaskan untuk sesuatu yang ingin kita raih. Karena memang mustahil untuk memiliki semua yang kita inginkan.

Ayah, Ibu. Restu dan doamu sungguh akan senantiasa menguatkan anakmu dalam mencapai cita dan mimpinya.

Makassar dini hari, 21-07-2009.

Jumat, 01 Mei 2009

Tentang Maaf.....

Manakah yang lebih mudah antara meminta maaf atau memaafkan? Ketika hati diliputi kebencian, maaf takkan pernah terucap. Demikian pula ketika hati dipenuhi perasaan enggan dan tinggi hati, niat untuk meminta maaf pun tak akan pernah muncul.

Lalu seberapa berbesarhatikah kita untuk meminta maaf atas kesalahan kita?
Dan seberapa ikhlaskah kita untuk memaafkan-orang orang yang telah menyakiti kita?

Pertanyaan—pertanyaan inilah yang menyeruak di benak saya tatkala melihat reality show “Tak Ada yang Abadi” di RCTI tadi malam. Satu tayangan yang bagus menurut saya. Saskia A. Mecca dan Ali Zainal berhasil membawakan acara ini dengan sangat apik.

Dengan suara latar vokal Ariel yang menyanyikan lagu dengan judul yang sama, pemirsa dibawa untuk turut merasakan kecamuk perasaan Pak Anton, juga kesedihan dan kebencian yang meliputi keluarganya. Pasalnya, dikisahkan Pak Anton telah merampas harta warisan keempat orang adiknya. Kejadian ini menyebabkan sang Ibu shock dan akhirnya meninggal dunia. Hal inilah yang membuat keempat adik Anton tidak mau memaafkan kakaknya itu. Ulah Anton telah membuat mereka jatuh miskin.Anton pun akhirnya mendapat balaasan setimpal karena ia mengalami kecelakaan yang merenggut kaki kirinya. Kejadian itu membuatnya sadar dan ingin meminta maaf pada adik-adiknya. Usaha Anton membutuhkan penuh perjuangan keras karena ke empat adiknya sangat membenci Anton. Caci maki, hardikan, dan sumpah serapah pun mengalir deras dari mulut mereka.

Reaksi mereka memang wajar dan tidak bisa disalahkan juga. Atas semua sakit hati dan penderitaan yang mereka rasakan, mereka pun menutup pintu maaf bagi Anton.
Akhir kisah, Anton hanya berhasil mendapat maaf dari satu adiknya.


Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari reality show ini. Tentang satu kata, MAAF.

Di satu sisi kita masih belum dapat melupakan semua sakit hati yang mereka ciptakan, bahkan luka yang mereka torehkan belum mengering. Penderitaan berkepanjangan akibat ulah mereka juga menyengsarakan (lebay mode ON).

Sementara di sisi lain kita sepenuhnya menyadari bahwa itu salah. Kita tahu betul bahwa Tuhan selalu membuka pintu maaf bagi hamba-Nya. Hati kecil kita pun seolah berbisik bahwa manusia tak lebih dari mahluk lemah yang mudah sekali berbuat khilaf. Kita pun bukan mahluk sempurna tanpa cela.
Lalu, sampai kapan rasa sakit itu harus kita biarkan menggegorogoti hati dan keseharian kita? Padahal mungkin saja dengan memafkan mereka hati kita menjadi lega dan hidup pun menjadi lebih tenang?


Mari saling memaafkan (kok seperti momen idul fitri yah? Wkkkkkk)
Cheers ^-^

Sumber gambar : Uncle Google

Jumat, 27 Maret 2009

Dapat kiriman dari caleg tak dikenal...

Kemarin-kemarin, saya sudah tidak mau ambil pusing dengan ulah para caleg yang sangat sewenang-wenang mengganggu pemandangan Kota Cantik Palangkaraya dengan atribut kampanye mereka yang disebar di mana-mana. Tapi, kemarin, say benar-benar kaget ketika seorang teman datang ke rumah dan tiba-tiba membawa paket HADIAH dari salah seorang caleg yang setelah saya lihat, sama sekali tidak saya kenal. saya cuma bisa geleng-geleng kepala. Betapa semua cara ditempuh demi memperoleh satu suara. Berapa banyak uang yang harus dikeluarkan. Tidak heran sih mengingat besarnya pendapatan yang mereka akan terima bila berhasil menjadi anggota dewan nantinya, salah satu postingan sobat kita di MP di sini,
Ini nukilannya:
"Jika dihitung jumlah keseluruhan yang diterima anggota DPR dalam setahun mencapai hampir 1 milyar rupiah. Data tahun 2006 jumlah pertahun dana yang diterima anggota DPR mencapai Rp 761.000.000, dan tahun 2007 mencapai Rp 787.100.000. Woww.. pantas jika mereka mengejar kursi DPR, belum lagi dana pensiunan yang mereka dapatkan ketika tidak lagi menjabat."

Apa yang ada di pikiran saya saat menerima paket itu adalah seandainya saja yang bersangkutan sudah mengadakan sosialisasi dari dulu-dulu, mendekati masyarakat konstituen bukan dengan "menyogok" , atau apapun namanya lah yang penting tidak instan seperti ini. Apa mereka tidak tahu ya, kalau masyarakat saat ini sudah pada cerdas? Sudah tahu yang mana yang tulus yang mana hanya ingin fulus? Apa mereka benar-benar berpikir kalau bangsa ini sudah dipenuhi orang-orang apatis yang tidak peduli siapapun yang yang terpilih, tapi lebih peduli pada siapa yang memberi paling banyak?

Belum lagi undangan beberapa caleg di facebook untuk ditambahkan sebagi teman. Mereka berharap bisa sesukses Obama yang berhasil mendulang suara dan sukses berkampanye lewat Facebook. Tanpa pernah berpikir bahwa Obama bukanlah orang yang tiba-tiba muncul di dunia politik menjelang pemilu berlangsung, bukan hasil rekayasa pihak-pihak berkepentingan yang mendompleng popularitasnya, juga bukan produk instan masyarakat global, apalagi seorang oportunis. Obama merintis karirnya semenjak masih berstatus sebagai maahsiswa di Harvard, bermula dari terpilihnya ia menjadi presiden Harvard Law Review - majalah yang berisi jurnal ilmiah ilmu hukum pada Februari 1990. Sampai ia berhasil menjadi senator di Ilinois pada tahun 2004 dan akhirnya mengajukan diri sebagai calon presiden dari Partai Demokrat pada 2007. Obama bukannya tidak pernah merasakan kekalahan telak, karena ia pun pernah gagal terpilih menjadi angota Kongres badan Legislatif Chicago pada tahun 2000.
Saya tidak ingin memuji Obama di sini, yang ingin saya tunjukkan adalah betapa usaha Obama untuk menjadi orang nomor satu di negara sedigdaya Amerika Serikat adalah sebuah PERJUANGAN panjang, KERJA KERAS, KEULETAN , dan KESABARAN yang luar biasa. HAL INI YANG TIDAK SAYA TEMUKAN pada pribadi-pribadi caleg kita. Kebanyakan hanyalah mengandalkan popularitas, uang berlimpah, koneksi pertemanan, facebook, atribut kampanye, embel-embel pendidikan, pembohongan publik dan hal gila lainnya untuk menjadi anggota dewan (pada saat mencalonkan diri, terbayang nggak ya, betapa besar pertanggungjawaban mereka di akhirat kelak? Bukankah menjadi anggota dewan berarti mengurusi hajat hidup orang banyak?).


Jadi kembali ke paket yang saya terima tadi, saya bersyukur sekaligus iba pada sang caleg plus sangat berterima kasih. Tapi maaf saya tidak tersentuh.


*Berdoa semoga pemilu mendatang bisa membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik*

Lihat juga "ulah gokil" para caleg dengan antribut kampanyenya di artikel yang berjudul PARADE POSTER CALEG LUCU di sini


Sumber tulisan:
  1. Karir Obama di http://www.beritaindonesia.co.id/cms/edisi-cetak/berita-utama/58-obama-anak-indonesia.html?start=1
  2. Riwayat Politik Obama :http://formatnews.com/?act=view&newsid=13603&cat=1
  3. http://kalipaksi.wordpress.com/2009/03/04/poster-caleg-lucu-bagian-iii/


Selamat Memilih, MPrs.